Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sepakat menindaklanjuti aksi bersama dengan Australia dalam menjaga sumber daya kelautan dan perikanan dari ancaman IUU Fishing di wilayah perbatasan Laut Timor dan Arafura. Aksi bersama ini disepakati dalam 22nd Indonesia-Australia Fisheries Surveillance Forum (IASFS) Annual Meeting yang digelar di Darwin, Australia, Jumat (30/9).

“Indonesia dan Australia berkomitmen untuk terus mewujudkan wilayah maritim yang aman dan damai dari kegiatan penangkapan ikan yang tidak sah, tidak dilaporkan dan tidak diatur”, ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Dr. Adin Nurawaluddin, M.Han dalam sambutannya.

Adin menuturkan bahwa Indonesia dan Australia telah membentuk Working Group atau Kelompok Kerja yang disepakati sebelumnya untuk menjalankan aksi bersama dalam mendukung upaya pemberantasan IUU Fishing, di antaranya terdiri dari Working Group on Public Information Campaign, Surveillance and Law Enforcement, dan Alternative Livelihood.

Adin melanjutkan bahwa dari ketiga Kelompok Kerja tersebut, dua di antaranya telah berhasil diimplementasikan dengan baik, yaitu Public Information Campaign melalui program PSDKP Mengajar melalui aksi edukasi dan sosialisasi mengenai penangkapan ikan yang berkelanjutan di Rote dan Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur serta Surveillance and Law Enforcement melalui aksi patroli terkoordinasi di wilayah perbatasan Laut Timor dan Arafura, pertukaran data dan informasi pengawasan serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

“Aksi bersama ini diharapkan tak hanya mampu memberantas tindakan IUU Fishing, melainkan juga dapat berkontribusi secara positif dan aktif terhadap upaya-upaya global dalam rangka pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, termasuk ketahanan pangan di kawasan global”, pungkasnya.

Adin mengakui bahwa tantangan terbesar yang dihadapi dalam mengimplementasi Working Group atau Kelompok Kerja ini ialah mewujudkan alternative livelihood atau mata pencaharian alternatif bagi para nelayan yang melakukan aktivitas IUU Fishing. Hal ini dikarenakan perlunya dukungan dari berbagai pihak untuk mampu mengimplementasikan aksi tersebut. Sehingga, pada tahun ini Indonesia dan Australia sepakat untuk mengimplementasikan rencana kegiatan Public Information Campaign dan Surveillance and Law Enforcement, serta mendorong institusi terkait di ke dua negara untuk terus merumuskan langkah-langkah teknis melalui Working Group Alternative Livelihood

“Salah satu hasil terpenting dari pertemuan IAFSF ke 22 bahwa Ditjen PSDKP, Australia Border Force (ABF), dan Australian Fisheries Management Authority (AFMA) sepakat pemberantasan kegiatan nelayan pelintas batas yang ilegal harus dilaksanakan secara komperhensif tidak hanya bertumpu pada pengawasan dan penegakan hukum, namun juga melalui penyadartahuan dan pemberian mata pencaharian alternatif”, pungkas Adin.

Sebagai informasi, selain dihadiri oleh delegasi dari KKP, IASFS Annual Meeting yang ke 22 ini turut dihadiri oleh Maritime Border Command Australia (MBC) dan ABF. Sejak program IAFSF mulai diimplementasi pada tahun 2007, kedua negara telah sepakat untuk memperkuat kerja sama pengawasan perikanan melalui program-program yang dibahas bersama setiap tahunnya guna memberantas illegal fishing di perairan perbatasan kedua negara.