Budi daya makhluk hidup seperti udang memiliki banyak sekali tantangan. Salah satu tantangan yang sering menghambat keberhasilan adalah penyakit. Penyakit seringkali muncul karena lemahnya tata kelola budi daya. Oleh karenanya, dibutuhkan ketelatenan sejak dari persiapan tambak hingga masa panen tiba.
Ahmad Fikri Umam Halim, Product Executive for Aquaculture Sector PT Agroveta Husada Dharma dalam sebuah webinar baru-baru ini, Kamis (19/6/2025), menjelaskan bahwa di dalam ekosistem budi daya udang sering terjadi interaksi antara patogen, inang, dan lingkungan. Tiga hal tersebut mewakili ekosistem dalam budi daya yang ketika terjadi interaksi dan adanya ketidakseimbangan, maka akan muncul outbreak penyakit di tambak.
Sejauh ini, kurang lebih ada empat agen penyakit pada tambak udang yakni bakteri, parasit, fungi, dan virus. Agen penyakit bisa masuk ke tambak udang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti sistem udara, sistem air, benurnya itu sendiri, pegawai atau tamu yang ada di tambak, tambak terdekat, peralatan, pakan, hewan liar, dan juga kendaraan yang keluar masuk tambak.
“Sebagai contoh di sistem kendaraan, keluar masuknya kendaraan sudah semestinya disemprot dengan desinfektan. Hal ini supaya kendaraan yang keluar masuk tambak tidak membawa penyakit dari dalam ataupun memasukkan penyakit dari luar tambak. Kemudian terkait pegawai dan tamu, masalah penyakit bisa timbul karena adanya ketidakpedulian ataupun tidak mematuhi protokol biosekuriti yang ada,” jelasnya.
Baca juga: Strategi efektif mitigasi penyakit AHPND dan EHP di tambak udang
Setidaknya ada lima jenis penyakit yang dihadapi para petambak pada saat ini yakni AHPND, WSSV, EHP, WFD, dan Myo. Namun, penyakit-penyakit tersebut sesungguhnya dapat dimitigasi dengan penerapan biosekuriti.
Aktivitas-aktivitas biosekuriti
Oleh sebab itu, dalam mencegah agen penyakit masuk ke tambak diperlukan program biosekuriti. Menurutnya, biosekuriti tambak udang adalah serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit pada udang yang dibudidayakan. Penerapan biosekuriti yang baik dapat meminimalkan risiko penyakit, meningkatkan efisiensi, dan memaksimalkan hasil panen.
Ada enam aktivitas yang dilakukan pada pelaksanaan program biosekuriti. Antara lain sanitasi dan desinfeksi, kontrol lalu lintas kendaraan dan pekerja, pencatatan riwayat kesehatan, pembersihan tambak, kontrol terhadap pakan dan air, serta kontrol limbah dan udang yang mati.
Masih kata Ahmad, sanitasi dan desinfeksi merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit dengan menghilangkan faktor-faktor rantai penyebab perpindahan penyakit yang dimulai dari sebelum stocking benur, selama pemeliharaan, panen sampai tambak siap diisi kembali.
“Tujuan sanitasi untuk menjamin keamanan dan mencegah wabah penyakit. Sementara cara desinfeksi yang paling umum dan mudah dilakukan di tambak yaitu dengan pencelupan kaki (sepatu boots) ke dalam cairan desinfektan sebelum masuk dan keluar area tambak,” sambungnya.
Dalam aktivitas pembersihan setelah panen juga ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan seperti pembilasan dengan air bertekanan tinggi, pengunaan detergen atau zat lainnya untuk membersihkan dan menghilangkan partikel yang menempel, pengapuran untuk mencegah spora EHP, serta yang terakhir dilakukan pembilasan dengan air bersih sebelum tambak digunakan kembali.
Kontrol kendaraan di tambak juga merupakan hal yang tidak boleh terlewatkan dalam program biosekuriti. Setiap kendaraan yang keluar masuk ke area tambak wajib disemprot dengan desinfektan. Tidak hanya bagian depan, samping, dan belakang, tetapi juga bagian atas dan bawah. Kendaraan harus melewati cekungan (kolam air) yang sudah diberi desinfektan supaya bagian bawah kendaraan juga terkena desinfektan.
Hal ini selaras dengan pendapat Widanarni et al (2010) dalam Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1):21–29 yang menyebutkan bahwa staff suatu farm juga berpotensi memindahkan penyakit. Selain itu juga mewajibkan personil sebelum dan sesudah memasuki fasilitas mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan desinfektan serta mewajibkan mereka untuk membilas alas kaki dengan mencelupkan pada kolam celup kaki yang berisi desinfektan.
Baca juga: Pemangku kepentingan udang nasional tegaskan kembali komitmen budidaya tanpa antibiotik
Tangan dan alas kaki personil berpotensi membawa penyakit yang akan menularkan kepada udang. Desinfeksi kendaraan minimal juga dilakukan dengan meletakkan bak celup roda kendaraan yang berisi larutan desinfektan. Hal tersebut sebagai langkah untuk mengurangi risiko terhadap masuknya penyakit yang mungkin terbawa oleh kendaraan.
Sementara terkait kontrol pekerja atau tamu di tambak. Untuk pekerja, kunjungan dilakukan dari DOC yang paling muda karena pada umumnya pada umur DOC yang lebih tua ada potensi munculnya penyakit. Hal ini untuk menghindari pindahnya penyakit ke DOC lebih muda. Kemudian kunjungan wajib diatur dari blok sehat ke blok yang mulai ada penyakit untuk meminimalkan terjadinya outbreak. Selain itu pekerja juga wajib menggunakan APD dan tetap mematuhi protokol biosekuriti. Untuk tamu yang datang ke tambak juga harus melakukan prosedur yang sama.
Ada beberapa hal yang bisa memengaruhi keberhasilan desinfeksi. Pertama, bahan desinfektan sangat dipengaruhi oleh bahan organik. Semakin tinggi bahan organik maka aktvoitias defsinesi semakin turun. Kedua, tipe dan tingkat kontamniasi, semkain tinggi mikroba yanga da dosisi dinaikkan. Benda bersih maka dedifnfeki berjalan dengan ideal. Selanjutnya terkait dengan kulitas produk defisnnetan itu sendiri.
Ahmad melanjutkan, menurut penelitian Maris, jumlah bakteri di tambak yang belum dibersihkan dapat mencapai 106 bakteri/cm2. Namun setelah dilakukan pembersihan menggunakan detergen, jumlahnya turun 90% sehingga hanya tersisa 10%. Selanjutnya dengan perlakuan desinfeksi pertama, jumlahnya turun lagi hingga tersisa 1%. Kemudian desinfeksi kedua, jumlah bakteri turun sampai 99,99%. Jadi bakteri yang ada sebelum benur masuk ke tambak hanya tersisa 0,01%.
Keberhasilan desinfeksi tentunya juga tidak terlepas dari kualitas produk desinfektan itu sendiri. Oleh karena itu, ada beberapa yang perlu diperhatikan ketika akan menggunakan desinfektan. Pertama, seberapa cepat dan luas kemampuan desinfektan dalam menginaktivasi mikroba. Kedua, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organic, pH, temperatur, dan kelembapan media. Ketiga, tidak beracun pada hewan dan manusia. Keempat, tidak bersifat korosif. Kelima, tidak berwana, meninggalkan noda, tidak berbau, mudah diurai, dan ekonomis.
***
Penulis: Farid Dimyati
Editor: Asep Bulkini



