Sebagai spesies yang dapat hidup pada rentang salinitas yang luas atau disebut euryhaline, udang vaname mampu hidup pada kisaran salinitas 0,5 – 45 ppt. Sifat tersebut memungkinkan udang vaname dibudidayakan pada media air tawar. Namun demikian, untuk mencapai pertumbuhan yang optimal di air tawar, beberapa parameter kualitas air perlu disesuaikan dengan kebutuhan alami udang. Terutama pada kandungan mineralnya.
Hasil riset terbaru yang dipimpin Dr. Supono dari Universitas Lampung mengemukakan bahwa keberhasilan budidaya udang vaname menggunakan air tawar dipengaruhi oleh kandungan makromineral di dalamnya. Secara umum, mineral yang terdapat pada air laut dan payau antara lain sodium (Na), magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan potassium (K).
Kandungan makromineral tersebut berpengaruh terhadap proses osmoregulasi dan molting selama budidaya. Makromineral potassium misalnya, ia memegang peranan penting dalam meningkatkan ketahanan udang pasca-molting. Sebaliknya, kekurangan mineral kerap menjadi faktor kegagalan budidaya udang di air tawar. Antara lain memperlambat pertumbuhan, gagal molting, hingga kematian yang tinggi.
Kombinasi Sodium dan Potassium yang tepat
Dalam penelitian tersebut, Supono dan tim menekankan pada kombinasi dosis yang tepat antara sodium (Na) dan potassium (K). Sebab menurut para peneliti tersebut, keduanya saling memengaruhi satu sama lain. Jika potassium dapat meningkatkan ketahanan udang setelah molting, maka proses penyerapan potassium yang optimal oleh udang dipengaruhi oleh keberadaan sodium. Begitupun sebaliknya, penyerapan sodium yang optimal dipengaruhi oleh potassium. Namun demikian, dosis keduanya harus tepat sehingga menyerupai kondisi optimal di air bersalinitas.
Baca juga: Hasanuddin Atjo: Tinjauan ilmiah kenapa nursery udang penting
Untuk mencari kombinasi dosis yang optimal, Supono mengamati tiga perbandingan dosis sodium (Na) dan potassium (K). Antara lain 17:1 (935 mg Na/L dan 55 mg K/L), 27:1 (935 mg Na/L dan 34,6 mg K/L), dan 37:1 (935 mg Na/L dan 25,3 mg K/L. Sementara untuk dosis makromineral magneseium (Mg) dan kalsium (Ca) ditetapkan dengan dosis masing-masing 196 dan 60 mg per liter. Dosis tersebut setara dengan konsentrasi Mg dan Ca pada salinitas 5 ppt.
Dari ketiga perlakuan tersebut, Supono dan tim menemukan bahwa perbandingan 27:1 (935 mg Na/L dan 34,6 mg K/L) adalah kombinasi paling optimal. Pada perlakuan dosis tersebut, udang mencapai tingkat pertumbuhan (growth rate) tertinggi sebesar 1,69 gram, selama 35 hari pemeliharaan dari PL 15. Sementara tingkat pertumbuhan pada dosis 17:1 dan 37:1 masing-masing sebesar 1,41 dan 1,5 gram.
Begitupun dengan parameter SGR (specific growth rate). Udang yang diberi mineral Na dan K dengan perbandingan 27:1 cenderung memiliki nilai SGR lebih baik, yakni 11,9 persen. Sementara nilai SGR pada perlakuan 17:1 dan 37:1 masing-masing 11,4 dan 11,6 persen.
Parameter lain yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup (survival rate/SR). Rata-rata tingkat SR udang terbaik ada pada perlakuan Na dan K 27:1 dengan nilai SR 69,5 persen. Sementara pada perlakuan 17:1 dan 37:1, SR masing-masing sebesar 54 dan 63 persen.
Para peneliti menemukan bahwa perbandingan dosis mineral Na dan K 27:1 mendekati hasil-hasil penelitian sebelumnya. Menurut mereka, perbandingan dosis Na dan K yang optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname berkisar antara 23:1 hingga 33:1. Sementara untuk udang windu berkisar pada 25:1 hingga 45:1.
Baca juga: Guru besar UB kenalkan sistem budidaya udang Ecogreen Aquaculture
Menekan pertumbuhan Vibrio
Selain dapat memperluas potensi area budidaya, metode budidaya udang vaname menggunakan air tawar juga memiliki keunggulan dalam menekan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Vibrio. Bakteri Vibrio di tambak yang menyebabkan penyakit seperti berak putih dan AHPND cenderung tidak muncul pada salinitas rendah dan air tawar. Supono dan tim mencatat bahwa bakteri Vibrio memang tidak ditemukan selama proses pemeliharaan berlangsung.
Namun demikian, kemungkinan kemunculannya tetap ada. Apalagi jika pemeliharaan udang lebih lama. Sehingga menurut para peneliti tersebut, langkah preventif bisa menjadi strategi meminimalkan kehadiran Vibrio.
“Meski kemungkinannya (kehadiran Vibrio pada air tawar) kecil. Pencegahan dini harus dilakukan dengan menjaga kualitas air dan kepadatan pada tingkat yang optimal,” tulis Supono dan tim.