West Java Conservation Trust Fund (WJCTF), Yayasan Wanadri, Forum Udang Indonesia (FUI), GQSP Indonesia, dan PT Venambak Kail Dipantara mengadakan “sekolah tambak” untuk para petambak udang tradisional di Subang, Jawa Barat dengan tema “Sekolah Tambak: Budidaya Cerdas Iklim Silvofishery dan Budidaya Tradisional Plus”, yang berlangsung di Desa Mayangan Subang. Acara ini didukung oleh PT Bio Farma (Persero) melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan.
Para petambak setempat menyambut baik Sekolah Tambak tersebut. Mereka berasal dari tiga desa di Kecamatan Legonkulon, yaitu Desa Mayangan, Desa Tegalurung, dan Desa Legonwetan. Selain para petambak, hadir juga berbagai pihak pendukung sistem tradisional-plus, antara lain Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, CP Prima, Danramil Legonkulon, dan kepala Desa Mayangan.
Kegiatan Sekolah Tambak menghadirkan dua pakar budidaya udang tradisional-plus dan silvofishery, yakni Prof. Esti Handayani Hardi, guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman, dan Muhammad Saenong, petambak senior yang juga seorang dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia.
Keduanya membahas metode budidaya silvofishery, yang mengintegrasikan budidaya perikanan dengan ekosistem mangrove; dan teknik budidaya udang tradisional-plus, mulai dari persiapan lahan, pendederan (nursery), hingga penggunaan obat alami (herbal) untuk udang.
Budhi Wibowo, Ketua Umum Forum Udang Indonesia (FUI) sekaligus moderator kegiatan tersebut, menyatakan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk merevitalisasi tambak tradisional di Indonesia yang luasnya sekitar 250.000 hektar, salah satunya dengan menerapkan konsep tradisional-plus. Menurut Budhi, kombinasi sistem tradisional-plus dengan potensi lahan yang luas dapat meningkatkan produksi nasional secara signifikan. Selain itu, konsep ini juga dapat memperkuat citra udang Indonesia di mata internasional sebagai produk yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dalam acara tersebut, PT Bio Farma (Persero) turut menyampaikan komitmennya untuk mendukung konsep keberlanjutan 3P (people, planet, dan profit) yang sejalan dengan standar ISO 26000 dan target Sustainable Development Goals (SDGs). Sebelumnya, Bio Farma juga telah melakukan aksi lingkungan melalui penanaman 5.000 pohon mangrove di daerah konservasi Subang, Jawa Barat.
Sekolah Tambak sendiri merupakan langkah awal menuju akuakultur yang lebih adaptif dan berkelanjutan. Selain melaksanakan Sekolah Tambak, Bio Farma juga mendukung pengembangan lahan demplot silvofishery dan tradisional-plus yang akan dibangun di Desa Tegalurung. Demplot tersebut didampingi oleh Forum Udang Indonesia dan PT Venambak Kail Dipantara dalam penerapan SOP budidayanya.
***