Di sektor budidaya udang, Indonesia punya tantangan besar di depan mata. Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi udang nasional mencapai 2 juta ton pada 2024. Angka tersebut dinilai tidak akan semudah membalikkan telapak tangan jika melihat data produksi udang Indonesia tahun 2022 sebesar 1,097 juta ton dan “hanya” meningkat 5,03% per tahunnya dari 2018 (LKJ DJPB 2022).
Tantangan tersebut tidak lepas dari penyakit yang terus menjadi momok bagi para petambak udang. Seiring tingginya intensifikasi, probabilitas outbreak penyakit juga turut mengikuti. Upaya preventif dan mitigasi penyakit udang inilah yang menjadi topik utama yang disampaikan oleh Aquaculture Consultant Delos Aqua, Wayan Agus Edhy dalam acara webinar Obrolan Pintar Terkini DMI bertema “Tantangan Budidaya Di Era Gempuran Penyakit Udang” yang dihelat Delos Aqua baru-baru ini.
Wayan menjelaskan bahwa langkah pencegahan penyakit udang salah satunya melalui manajemen kualitas air. Kualitas air yang bagus harus dipertahankan untuk menyediakan tempat hidup nyaman bagi udang dan mengoptimalkan pertumbuhannya. Ia memaparkan tata cara merawat kualitas air tambak dengan menjaga komposisi plankton di dalamnya.
Komposisi plankton yang ideal di tambak
Dalam penjelasannya, Wayan menyebutkan plankton mempunyai peranan yang sangat penting dalam budidaya udang. “Karena plankton ini adalah salah satu penggerak microcyle untuk membangun ekosistem tambak,” ujarnya.
Istilah microcycle mengacu pada mekanisme fisika-kimia-biologi perairan dalam membangun keseimbangan ekosistem yang ramah untuk udang.
Baca juga: Dosis mineral yang optimal dalam budidaya udang vaname di air tawar
Terdapat dua kriteria air tambak yang baik berdasarkan dominansi planktonnya yaitu air hijau dan coklat. Berdasarkan abundansi plankton di dalamnya: air hijau didominasi oleh golongan alga hijau (Chlorophyceae), sedangkan air coklat lebih pada golongan diatom (Bacillariophyceae). Kedua mikroalga ini termasuk fitoplankton yang dapat berfotosintesis dan meningkatkan oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) dalam tambak.
Kedua jenis air ini umum ditemui dalam praktik budidaya udang dan punya keunggulan masing-masing. Wayan menyebutkan bahwa air hijau ini lebih kokoh dalam mempertahankan dominasinya di tambak, sehingga kondisi air relatif stabil. Selain itu, air hijau juga mengandung DO lebih tinggi dan lebih efektif menyerap kandungan nitrogen dalam air atau Total Ammonia Nitrogen (TAN).
Sedangkan, air coklat disebutkan memiliki fluktuasi pH yang sempit (tidak menyebabkan udang stres) dan lebih cocok diterapkan pada saat intensitas matahari sedikit. “Dalam manajemen air, air hijau atau air coklat itu sama saja bagusnya,” tegas Wayan.
Wayan juga menambahkan komposisi plankton yang ideal pada tiap jenis air yaitu:
- Air hijau sebaiknya berisi alga hijau >50%; diatom 25%; Blue Green Algae (BGA) atau Cyanophyceae <15%; Protozoa <5%; Dinoflagellata <5%;
- Air coklat sebaiknya berisi diatom >50%; alga hijau 25%; BGA <15%; Protozoa <5%; Dinoflagellata <5%.
Eksistensi BGA dalam tambak, air cokelat maupun hijau, harus selalu ditekan di bawah ambang batas 15% agar tidak membahayakan udang. Jenis BGA seperti genus Oschillatoria dapat mengeluarkan racun cyanotoksin yang dapat merusak hepatopankreas udang. Bahkan, adanya BGA juga diindikasikan memicu penyakit berak putih atau White Feces Disease (WFD).
Begitu pula dengan Protozoa dan Dinoflagellata yang harus ditekan lebih jauh tidak melebihi 5%. Wayan menyebutkan bahwa Dinoflagellata dapat beresiko bagi udang karena dapat mengeluarkan toksin ketika selnya mati dan lisis (terurai). “Kalau dia mati dan selnya lisis, maka racunnya akan keluar ke air. Dinoflagellata kan mengandung neurotoxin, nah, ini yang berbahaya bagi udang.”
Beberapa jenis protozoa bahkan bersifat ektoparasit yang secara langsung mengancam kesehatan udang seperti Vorticella campanulla, Zoothamnium sp., dan Epistylis sp. Sebagai contoh, Protozoa jenis Zoothamnium sp. dapat menembus karapas udang serta menyebabkan inflamasi pada tubuh bagian dalam.
Baca juga: Bagaimana tepung spirulina dapat meningkatkan performa udang vaname
Menumbuhkan plankton hijau
Pada prinsipnya, pertumbuhan alga hijau yang baik terjadi ketika empat kebutuhan dasarnya terpenuhi. Antara lain:
- Sinar matahari
- Nitrogen, dalam bentuk amonium (NH4+) atau nitrat (NO3-)
- Fosfat, dalam bentuk ortofosfat (HPO4-)
- Karbon, dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan bikarbonat (HCO3-).
Dalam webinar tersebut, Wayan mengingatkan untuk tidak terlalu menekan kandungan TAN dalam tambak. “Ada pandangan yang agak keliru menurut saya, yaitu TAN ini harus ditekan serendah mungkin. Padahal, kalau TAN-nya sangat rendah, planktonnya tidak stabil, karena TAN dalam bentuk amonium dan nitrat ini adalah sumber nutrisi,” ujarnya.
Wayan menyebutkan asupan nitrogen untuk tambak bisa menggunakan beberapa bahan seperti pupuk urea, kalsium nitrat, sodium nitrat, amonium nitrat, dan ZA. “Pupuk nitrogen itu diberikan 0,25 ppm saja atau 2,5 kg per hektar dan diberikan tiap pagi ketika sinar matahari sudah muncul,” jelas Wayan menyampaikan tata caranya.
Ada pun kandungan fosfat, didapatkan dari pemberian pupuk Triple Superphosphate (TSP), Monoamonium Phosphate (MAP), dan Diamonium Phosphate (DAP). Fosfat diberikan hingga kandungan ortofosfat dalam tambak mencapai 0,05 ppm.
Dalam membangun ekosistem tambak berbasis alga hijau, Wayan memberikan perbandingan nitrogen dan fosfat dalam tambak sebaiknya di atas 16:1. Perbandingan tersebut bisa diukur dari kandungan TAN dan ortofosfat. Fosfat sendiri jika dalam jumlah banyak atau melebihi nitrogen, dapat memicu pergeseran dominasi dari alga hijau ke BGA.
Sementara itu, karbon bisa didapatkan melalui pupuk fermentasi, sodium bikarbonat, kalsium bikarbonat, dan kapur dolomit. Sesuai namanya, pupuk fermentasi merupakan campuran molase, dedak, dan ragi yang difermentasi dahulu. Pupuk fermentasi tersebut diberikan sebanyak 25-50 liter per hektar tiap pagi hari.
Sedangkan bikarbonat dan kalsium bikarbonat dapat diberikan sebanyak 2-5 ppm setiap pagi. Selain karbon dioksida sebagai bahan baku fotosintesis, bikarbonat juga adalah elemen alkalinitas tambak yang diperlukan sebagai prekursor penting pada aktivitas intraseluler plankton.
“Alkalinitas ini adalah parameter penting, karena semua aktivitas biosintesis intraseluler mikroorganisme dalam tambak memanfaatkan bikarbonat. Kalau alkalinitasnya kurang, planktonnya menjadi tidak stabil dan fluktuasi pH menjadi lebar,” tambah Wayan.
Selain itu, dolomit juga dapat digunakan sebagai penyumbang karbon dan magnesium dalam tambak. Pengaplikasiannya yaitu diberikan tiap sore-malam hari sebanyak 2-5 ppm hingga kadar magnesium dalam tambak mencapai 3.000 ppm. Wayan menyebutkan bahwa magnesium ini juga menjadi faktor penting karena ion magnesium adalah inti dari molekul klorofil.