Suasana berbeda terlihat di Teaching Factory “Polifeed” milik Politeknik Negeri Lampung (Polinela) beberapa waktu lalu. Belasan mahasiswa internasional dari negara-negara Afrika seperti Uganda, Madagaskar, dan Malawi tampak antusias mengikuti pelatihan pembuatan pakan ikan mandiri berbasis bahan lokal. Mereka belajar berdampingan dengan mahasiswa lokal, membaur dalam suasana pelatihan yang penuh semangat dan kolaborasi.
Pelatihan ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat internasional yang diselenggarakan oleh tim dosen Jurusan Perikanan dan Kelautan (JPK) Polinela.
Di bawah koordinasi dosen JPK Nurul Fatimah, para dosen vokasi ini menjadikan kelas praktik sebagai ruang diplomasi teknologi yang menjangkau lintas negara. Melalui kegiatan ini, Polinela ingin menunjukkan bahwa teknologi terapan dari Indonesia, khususnya di bidang akuakultur, dapat menjadi solusi yang aplikatif dan berdaya guna secara global.

Nurul Fatimah (kanan depan) memberikan penjelasan tentang pembuatan pakan ikan kepada mahasiswa asal Afrika. ©Nurul Fatimah
“Kami ingin menunjukkan bahwa teknologi Indonesia, khususnya dalam budidaya perikanan di kampus kami juga bisa menjadi solusi global,” ungkap Nurul.
Pelatihan diberikan secara menyeluruh dan praktis. Para peserta dilibatkan langsung dalam proses penyusunan formulasi pakan, pengoperasian mesin pencetak pelet, teknik pengeringan, hingga pengemasan produk akhir. Semua kegiatan dirancang dengan pendekatan praktik langsung, agar peserta benar-benar memahami setiap tahap produksi.
Bahan baku yang digunakan pun mudah ditemukan, seperti dedak, tepung ikan, dan limbah pertanian lainnya. Efisiensi dan keberlanjutan menjadi kunci utama. Seorang peserta dari Uganda sangat terinspirasi dengan pendekatan tersebut. Ia terbiasa dengan pakan impor berharga tinggi di negaranya, dan menyadari bahwa dengan memanfaatkan sumber daya lokal, desanya bisa mandiri dalam produksi pakan ikan.
Baca juga: Tepung biji mangga: Potensi alternatif suplemen pakan ikan nila
“Di sini saya belajar bahwa kami bisa membuat sendiri dari bahan-bahan sekitar. Ini akan saya terapkan di desa saya,” ujarnya.
Menariknya, para peserta bukan berasal dari latar belakang perikanan, melainkan mahasiswa dari bidang teknologi informasi (IT) yang berasal dari kampus mitra luar negeri. Ketertarikan mereka terhadap akuakultur muncul dari keinginan untuk menggabungkan teknologi digital dengan sektor perikanan, seperti dalam pengembangan sistem pemberian pakan otomatis, pemantauan kualitas air berbasis sensor, hingga pemanfaatan data untuk efisiensi produksi.
Hal tersebut membuka peluang baru dalam pengembangan akuakultur berbasis teknologi di negara-negara berkembang, yang kaya akan sumber daya alam namun masih memiliki keterbatasan infrastruktur.
Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kapasitas para peserta, tetapi juga memberikan dampak strategis bagi Polinela. Teaching Factory Polifeed kini berkembang menjadi pusat pelatihan berskala internasional, bukan sekadar fasilitas kampus.
“Kami ingin menjadikan Polinela sebagai rumah teknologi terapan yang terbuka bagi siapa pun yang ingin belajar, dari dalam maupun luar negeri,” ujar Dr. Rakhmawati, Ketua Teaching Factory Polifeed.
Melalui program ini, Polinela memperluas jejaring kerja sama internasional, baik dalam bentuk riset kolaboratif, pertukaran pelajar, maupun pengembangan teaching factory di negara mitra. Bahkan, beberapa peserta menyampaikan rencana untuk mengadopsi teknologi ini di negara asal mereka dan mendirikan unit produksi pakan secara mandiri.
Apa yang dilakukan Polinela menjadi bukti bahwa pengabdian masyarakat dapat menjadi sarana diplomasi internasional yang konkret. Tanpa harus berbicara di forum formal, para dosen menyampaikan kontribusi nyata melalui transfer teknologi terapan, kerja sama lintas budaya, dan pendidikan yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat global. Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan dan ekonomi biru, langkah ini menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi pasar dunia, tetapi juga mampu menjadi penyedia solusi bagi tantangan global, khususnya dalam bidang akuakultur.
***
Editor: Asep Bulkini