Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) belum lama ini melakukan edukasi jaminan produk halal untuk ikan budidaya dan olahannya, di Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Subang, Jawa Barat (22/7). Jaminan halal pada produk hasil perikanan dinilai penting karena menjadi sumber pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat.
“Melihat urgensinya yang sedemikian besar bagi masyarakat, sektor budidaya perikanan hingga industri pengolahannya merupakan rantai nilai yang harus memenuhi aspek halal dan thoyyib (baik), halal dan sehat. Sebab konsumsi ikan yang sehat akan menjadikan kita juga sehat,” ucap Sekretaris Utama BPJPH, Muhammad Aqil Irham.
Meski ikan pada dasarnya halal, tetapi menurut Aqil, ada sejumlah aspek yang berpotensi menyebabkannya terkontaminasi sehingga menjadi syubhat (diragukan kehalalannya) atau tidak halal sama sekali. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya melihat titik-titik kritis kehalalan dalam memproduksi dan mengolah hasil perikanan yang bisa menyebabkan ikan menjadi tidak halal.
Dalam sektor budidaya misalnya, Aqil mengatakan bahwa titik kritis kehalalan bisa terletak pada beberapa aspek seperti sumber input produksi, seperti benih, pakan dan imbuhannya; proses panen; hingga distribusinya.

Muhammad Aqil Irham (kiri) dan Agus Cahyadi saat acara edukasi jaminan produk halal produk hasil perikanan di BRPI, Subang (22/7). ©KKP
“Sebagaimana ketentuan regulasi, bahwa produk rekayasa genetik merupakan jenis produk yang harus dipastikan kehalalannya melalui sertifikasi halal. Perlu ditelusuri apakah unsur genetik yang digunakan berasal dari sumber yang halal atau sebaliknya,” ujar Aqil, dikutip dari siaran pers BPJPH. “Pendistribusian harus pula dipastikan terhindar dari kontaminasi bahan tidak halal, juga bahan berbahaya. Begitu juga pengolahan pasca panen, harus melalui proses yang memenuhi kriteria kehalalan.”
Baca juga:
Pusat edukasi kehalalan ikan
Kepala BRPI, Agus Cahyadi atau biasa dipanggil Acah, menyampaikan bahwa BRPI sebagai unit pelaksana teknis di bawah BPPSDM KP berkomitmen menjadi pusat edukasi dan riset yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Menurutnya, pemahaman kehalalan dalam perikanan tidak boleh berhenti pada asumsi bahwa ‘ikan itu pasti halal’.
“Kami mendapati bahwa masih banyak pelaku usaha yang belum memahami titik-titik kritis kehalalan dalam proses budidaya. Padahal, pakan, hormon, atau bahan tambahan lainnya bisa saja mengandung unsur non-halal. Karena itu, edukasi, mutu dan pengawasan sangat diperlukan untuk menjaga kualitas produk perikanan budidaya,” jelas Acah.
Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KP), I Nyoman Radiarta dalam siaran pers KKP (29/72025) menyatakan bahwa kehalalan dan kesehatan produk perikanan tidak bisa dipisahkan dari upaya menjaga ketahanan pangan nasional. Hal itu merupakan tanggung jawab moral dan profesional lembaganya.
Menurutnya, aspek kehalalan bukan hanya persoalan keagamaan, tetapi juga menyangkut bisnis, kualitas, keamanan pangan, dan kepercayaan publik serta kenyamanan yang harus dijaga secara menyeluruh.
Lebih lanjut Nyoman menekankan pentingnya menjadikan pemahaman titik-titik kritis kehalalan tadi, sebagai bagian dari kurikulum pelatihan maupun materi penyuluhan yang aplikatif dan mudah dipahami. Pendampingan terhadap proses sertifikasi halal perlu menjadi bagian dari layanan pihaknya di daerah.
Biaya baru?
Belum ada penjelasan soal bagaimana mekanisme sertifikasi halal untuk ikan budidaya dan produk olahannya akan diterapkan. Namun jika sertifikasinya berbiaya, hal ini berpotensi menjadi tambahan ongkos produksi bagi pembudidaya dan pelaku usaha di sektor perikanan, yang menjadi bagian penting dalam rantai ketahanan pangan.
***
Editor: Asep Bulkini
Foto utama: ©KKP