Budidaya udang merupakan salah satu subsektor penting di industri perikanan. Namun seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap usaha tambak udang, muncul pula tantangan besar dalam menjaga kestabilan kualitas air. Kualitas air yang buruk menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan budidaya, terutama terkait dengan risiko penyebaran penyakit.
Fenomena ini telah menjadi perhatian utama dalam pengelolaan tambak udang, terutama karena kondisi air laut saat ini berbeda dengan kondisi beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, penerapan strategi monitoring kualitas air yang baik sangat diperlukan untuk menjamin keberhasilan budidaya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui analisis laboratorium yang akurat dan sistematis, yang diikuti dengan pengelolaan air yang efektif.
Mila Ayu Ambarsari, seorang Anggota Komisi III (Bidang Pengembangan Ilmu, Teknologi dan SDM) Shrimp Club Indonesia (SCI), menyampaikan dalam rapat kerja nasional (rakernas) di Lombok, bahwa analisis kualitas air di laboratorium sangat penting dalam mengelola tambak udang, meskipun sudah melakukan treatment air seperti UV sekalipun.
Menurut Mila, laboratorium yang benar dan efektif dapat mendeteksi masalah kualitas air sejak dini, serta membantu mengatasi berbagai penyakit yang sering menyerang tambak udang, seperti AHPND (Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease), Myo (Mysidiasis), dan EHP (Enterocytozoon Hepatopenaei).
Pengambilan sampel yang akurat
Pengambilan sampel air yang akurat menjadi langkah awal yang sangat penting dalam analisis kualitas air di laboratorium. Mila menekankan bahwa pengambilan sampel harus dilakukan dengan prosedur yang benar agar hasil analisis dapat memberikan data yang valid dan akurat. Dalam hal ini, SNI 9063:2022 dan SNI 8958:2021 menjadi acuan dalam melakukan pengujian dan pengambilan sampel. “Jadi SNI ini sebagai dasar saya untuk bisa mengeluarkan data yang sustainable, yang bisa dibilang akurat,” tutur Mila.
Baca juga: Cegah AHPND dengan menekan dominasi plankton
Selain itu, perlu diperhatikan pula bahwa sampel yang diambil harus segera diuji karena penundaan dalam pengujian dapat mempengaruhi keakuratan hasil analisis.
Beberapa teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel meliputi penggunaan alat seperti Secchi Disk untuk mengukur kekeruhan air dan teknik pengambilan sampel yang benar menggunakan botol gelap yang sesuai. Penggunaan Secchi Disk pada jangkauan sekitar 70-80 cm di dalam kolam dan mengambil sampel sebanyak tiga kali.
“Jadi kalau misalnya tidak punya lab di dalam tambak, Bapak pengen kirimkan sampel ke pabrik pakan, yang dilakukan pertama yaitu pengambilan sampelnya dulu harus benar… Kalau pengambilan sampelnya salah, pasti analisanya salah,” ungkap Mila
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah memilih titik pengambilan sampel yang tepat, serta menggunakan alat dan bahan yang sesuai untuk menghindari hasil yang tidak valid. Sebagai contoh, penggunaan kresek dalam pengambilan sampel dapat mengontaminasi sampel dan menghasilkan data yang salah.
Selain itu, petambak yang tidak memiliki lab dan ingin melakukan analisis lab dapat menggunakan packaging sampel menggunakan parafilm agar tidak tumpah, sehingga volume yang diharapkan tetap sesuai. BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pencemaran air limbah dicuci menggunakan deterjen bebas fosfat dan dibilas dengan aquades agar menghasilkan data yang valid.
Pengujian laboratorium yang mendalam
Setelah sampel diambil dengan benar, pengujian laboratorium dilanjutkan dengan berbagai uji parameter yang dapat mempengaruhi kualitas air tambak udang. Salah satu parameter yang penting adalah salinitas yang menjadi patokan utama dalam mengukur kadar oksigen yang dibutuhkan oleh udang.
Penggunaan refraktometer, alat pengukur indeks bias, dapat membantu mengukur salinitas dengan akurat. Selain itu, YSI (Yellow Springs Instruments) juga sering digunakan untuk kalibrasi DO meter yang memudahkan pengukuran kadar oksigen terlarut dalam air.
Mila menuturkan bahwa deteksi bakteri seperti Vibrio dalam air tambak juga sangat penting. Vibrio adalah salah satu penyebab utama penyakit pada udang, sehingga deteksinya harus dilakukan dengan prosedur yang benar menggunakan metode seperti TCBS (Thiosulfate-Citrate-Bile-Sucrose) agar dapat mengidentifikasi jenis bakteri tersebut.
Proses identifikasi dilakukan dengan uji biokimia untuk mengetahui apakah Vibrio tersebut bersifat gram positif atau gram negatif, yang berperan dalam pencegahan penyebaran penyakit. Selain itu, dilakukan uji PCR untuk Vibrio.
Baca juga: Seri GSF 2024: Inspirasi dari industri salmon untuk udang yang berkelanjutan
“Sangat fatal sekali kalau satu pembuatan medianya sudah salah, yang kedua cara platingnya ada yang ketipisan dia tidak tumbuh, ada yang inkubatornya menggunakan kayak tetesan telur juga tidak tumbuh, jadi harus benar,” tambah Mila.
Evaluasi dan skoring benur
Proses monitoring kualitas air tidak hanya terbatas pada pengujian air, tetapi juga mencakup evaluasi terhadap benur yang digunakan untuk budidaya. Benur yang digunakan harus melalui tahap seleksi dan skoring yang ketat agar dapat menghasilkan udang yang sehat dan berkualitas. Skoring benur dilakukan untuk memastikan bahwa hanya benur yang memiliki kualitas terbaik yang dipilih untuk ditanam di tambak.
Salah satu metode yang digunakan dalam skoring benur adalah pengamatan visual terhadap warna dan kesehatan benur. Benur yang sehat akan memiliki ciri-ciri seperti warna tubuh yang jernih dan bentuk yang normal, sementara benur yang tidak sehat dapat menunjukkan tanda-tanda seperti warna yang pucat atau adanya kelainan fisik. Setelah skoring, benur yang terpilih akan dikirim ke tambak untuk dibudidayakan.
Menjaga biosecurity dan sanitasi tambak
Selain pengelolaan kualitas air, menjaga biosecurity dan sanitasi tambak juga sangat penting untuk menghindari penyebaran penyakit.
Proses pembersihan kolam yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan budidaya. Sebelum menebar benur, kolam harus dibersihkan secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada bakteri atau patogen yang dapat membahayakan udang. Selain itu, perlakuan biosecurity yang tepat harus diterapkan untuk mencegah penyakit menular ke tambak udang.
Pada tahap pembersihan, semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan di tambak, seperti pipa, serok, dan wadah lainnya, harus dibersihkan dengan baik.
Proses ini melibatkan pemakaian produk pembersih yang sesuai untuk membunuh patogen tanpa merusak ekosistem tambak. Standarisasi dalam proses pembersihan juga perlu dilakukan, terutama dalam hal sanitasi dan sterilisasi alat serta fasilitas tambak.
Menjaga keberhasilan budidaya udang
Keberhasilan budidaya udang sangat bergantung pada berbagai faktor, mulai dari pengelolaan kualitas air, pemilihan benur yang sehat, hingga penerapan biosecurity dan sanitasi yang ketat. Strategi monitoring yang melibatkan analisis laboratorium dan pengujian yang teliti menjadi kunci untuk mencapai hasil yang optimal dalam budidaya udang.
Menurut Mila, penerapan standar SNI dalam pengujian dan pemilihan benur yang sehat adalah langkah-langkah yang dapat membantu para petambak untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya udang yang berkelanjutan.
Dengan pemantauan dan perawatan yang tepat, serta penggunaan teknologi yang mendukung, industri budidaya udang dapat terus berkembang dan mengatasi tantangan yang ada. Namun, semua proses tersebut harus dilakukan dengan ketelitian dan pemahaman yang mendalam mengenai prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan kualitas air tambak udang.
***
Penulis: Rosita
Editor: Asep Bulkini