Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencadangkan 10 lokasi kabupaten/kota sebagai kawasan daerah pelarangan penangkapan ikan sidat. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan upaya perlindungan perikanan sidat yang berkelanjutan.
Sepuluh lokasi tersebut yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Parigi Moutong, dan Kabupaten Poso.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ridwan Mulyana mengatakan adanya daerah larangan penangkapan ikan sidat dapat meningkatkan peluang migrasi ikan sidat dalam melanjutkan siklus reproduksinya secara alami.
“Pelarangan penangkapan ikan sidat di lokasi itu dalam segala stadia dan sepanjang waktu pada area/kawasan tertentu yang telah disepakati. Kita juga menggandeng partisipasi masyarakat karena merekalah yang memiliki peran lebih besar dalam proses ini,” ungkapnya.
Pelarangan itu akan dituangkan dalam regulasi KKP, sebagai kerangka implementasi Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 118 Tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Sidat.
Ridwan mengatakan menurut hasil riset laju eksploitasi sidat di Indonesia terindikasi lebih tangkap (overfishing) di Sungai Cimandiri di Jawa Barat, Sungai Malunda di Sulawesi Barat, serta Sungai Lasolo dan Sungai Lalindu di Sulawesi Tenggara.
“Hal ini terlihat dari semakin sedikit jumlah sidat yang tertangkap oleh nelayan, ditambah ukuran sidat yang tertangkap juga semakin mengecil,” imbuhnya.
Di Indonesia, sidat merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki nilai histori yang cukup penting. Keberadaan Sidat Borneo (Anguilla Borneensis) merupakan nenek moyang sidat di dunia dan Sidat celebes (Anguilla Celebesensis) merupakan jenis asli/endemik Indonesia.
“Tingginya permintaan produk perikanan sidat di pasar domestik dan pasar luar negeri, menjadikan kita semakin terpacu untuk mengelola sumber daya ikan sidat secara bijaksana guna menjamin kelestariannya,” tandasnya.
Sementara itu, Bupati Parigi Moutong Samsurizal Tombolotutu menyambut baik sosialisasi pelarangan ikan sidat di Tinombo dan mengapresiasi kebijakan KKP dalam mengelola perikanan sidat di Indonesia.
“Guna mengoptimalkan manfaat ekonomi perikanan sidat diharapkan KKP dapat membuat terobosan pengembangan usaha perikanan budidaya sidat dan strategi pemasarannya yang jitu,” ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Haryono mengatakan siklus hidup ikan sidat diperkirakan dapat mencapai 30 tahun dan beruaya hingga ribuan kilometer untuk memijah di laut dalam. Dengan siklus biologi yang demikian unik, daerah larangan penangkapan ikan sidat menjadi sangat mendesak untuk segera ditetapkan guna menambah upaya perlindungan bagi kelangsungan hidup ikan sidat.
Sebelumnya, di berbagai kesempatan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan menjaga kelestarian sumber daya ikan menjadi prioritasnya untuk mewujudkan ekonomi biru. Menurutnya, ekologi adalah panglima pembangunan sektor kelautan dan perikanan karena kesehatan ekosistem laut akan menghasilkan ekonomi yang berkelanjutan.
Sumber: Siaran Pers KKP