Setelah lepas dari perusahaan inti dan mulai menambak secara mandiri, para petambak eks Dipasena di Tulang Bawang, Lampung, memilih untuk bangkit dan kembali bersemangat menambak. Namun, tantangan seperti kualitas air dan lingkungan yang kurang baik, minimnya sarana dan prasarana produksi, belum adanya SOP baku, hingga keterbatasan modal membuat hasil produksi tidak stabil.

Memahami permasalahan yang dirasakan oleh para petambak tersebut, perusahaan udang terintegrasi PT Sakti Biru Indonesia (SBI) berinisiatif menjalin kerja sama dengan Pengurus Wilayah (BPW) Bumi Dipasena Makmur (BDM), yang berada di bawah Badan Pengurus Pusat (BPP) P3UW Lampung, untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem produksi tambak udang di sana. 

Kerja sama tersebut dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani langsung oleh Direktur SBI, Suseno, dan Koordinator Wilayah (Korwil) BDM, Sukri, di sekretariat BDM di Rawajitu Timur, Tulang Bawang, Lampung (26/6).

Sebelum meresmikan kesepakatan kerja sama, SBI telah melakukan observasi mendalam dan pemetaan masalah di area tambak Korwil BDM tersebut. Salah satu kendala terbesar yang ditemui adalah belum adanya SOP (Standar Operasional Prosedur) baku yang diterapkan oleh para petambak. Proses yang paling penting seperti persiapan kolam, pemberian pakan pada masa-masa kritis awal budidaya, hingga pengecekan anco rutin jarang dilakukan. Hal ini membuat produksi sulit bisa diprediksi dan dapat meningkatkan kegagalan. 

Perbaikan Sistem Produksi

Belum adanya aktivitas-aktivitas inti tersebut antara lain dikarenakan keterbatasan modal untuk produksi dan minimnya pemahaman para petambak terhadap sistem dan teknologi terbaru.. Akibatnya, banyak petambak memilih cara yang paling murah dan sederhana, seperti hanya memberi pakan saat udang sudah cukup besar, itu pun dengan kandungan protein seadanya.

Dengan permasalahan yang ada tersebut, Formulator di PT SBI, Prof. Supriyono, merekomendasikan adanya penerapan SOP, namun tetap dengan biaya serendah mungkin agar tidak membebani para petambak. Supriyono melihat salah satu masalah utama yang perlu segera dibenahi adalah manajemen dasar tambak. Karakter dasar tambak yang umumnya masih tanah, membuat akumulasi amonia sulit dikendalikan ketika pakan yang diberikan mulai banyak. Sehingga menurutnya, perlu ada manajemen amonia yang diikuti dengan penguatan imun udang melalui pemberian imbuhan pakan.

Untuk memudahkan penerapan SOP baru tersebut, SBI akan memberikan pelatihan dan pendidikan intensif secara gratis kepada perwakilan petambak, selama kurang lebih satu bulan di fasilitas riset dan produksi SBI di Suak, Sidomulyo, Lampung Selatan. Para perwakilan petambak dari korwil Dipasena Bumi Makmur yang telah menerima pelatihan tersebut diharapkan dapat menjadi agen perubahan di kelompoknya.

Semangat Kekeluargaan

Sebagai gambaran, Korwil Bumi Dipasena Makmur membawahi dua blok tambak eks Dipasena, yakni Blok 10 dan 11. Masing-masing blok terdiri dari 600 kepala keluarga dan 1.200 petak tambak. Sehingga ada 2.400 petak tambak yang berada di bawah koordinasi BPW Bumi Dipasena Makmur. 

Ketua Korwil BDM, Sukri, sangat mengapresiasi sikap kekeluargaan di antara sesama anggotanya, sehingga lambat laun mereka bisa bangkit dan saling membantu untuk kembali menambak. Ia juga menyambut baik adanya kerja sama dengan SBI, dan berharap bisa berhasil dan menjadi percontohan bagi para petambak lainnya. Apalagi setelah terlihat adanya tren perbaikan produksi di tambak-tambak yang telah diuji coba dengan menggunakan SOP dari SBI. 

“Kami tidak akan gembar-gembor. Jika kami berhasil, insyaallah petambak lain akan mengikuti dengan sendirinya,” ujar Sukri.

Selain memberikan pendampingan penerapan SOP, SBI juga akan membantu dalam menyediakan sarana dan prasarana produksi seperti benur, probiotik, hingga imbuhan pakan dengan skema pembayaran yang ringan bagi para petambak dengan harapan SOP yang dijalankan berjalan optimal tanpa terlalu membebani biaya produksi sejak awal.

***