Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu pilar utama dalam mewujudkan sektor akuakultur yang berkelanjutan. Untuk mendukung pengembangan ini, sertifikasi kompetensi menjadi sebuah kebutuhan penting dan strategis dalam mencetak tenaga ahli yang andal di bidang akuakultur.
Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Muhammada Nur Hayid, mengatakan akuakultur merupakan salah satu sektor yang sangat strategis untuk mencapai ketahanan pangan dalam negeri. Karenanya, akuakultur perlu dikelola oleh SDM yang terampil, kompeten, dan tersertifikasi.
Sertifikasi di sektor akuakultur berperan dalam standar kompetensi tenaga kerja. Selain itu, sertifikasi diperlukan sebagai pengakuan atas kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja itu sendiri. Hal ini juga berguna untuk mengakses benefit-benefit yang ditawarkan oleh perusahaan akuakultur.
“Tentu sertifikasi ini sangat diperlukan. Bidang akuakultur ini sangat luas, mulai dari pembenihan sampai pemanenan, dan semua aspek ini harus dijalankan oleh orang yang berkompeten. Maka dari itu, sangat penting bagi semua untuk terus belajar lalu kompetensinya diakui melalui sertifikasi,” ujar Hayid, saat membuka Webinar BincangMina bersama MAI #3, yang diadakan Minapoli.
Meningkatkan daya tawar
Pentingnya sertifikasi profesi di sektor akuakultur juga diamini oleh Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KKP). Menurutnya, sertifikasi dapat meningkatkan daya tawar SDM di hadapan perusahaan-perusahaan akuakultur. Sementara bagi perusahaan sendiri, mereka sangat terbantu oleh karyawan yang tersertifikasi.
Mengutip laporan suatu NGO, Lilly mengungkapkan bahwa pekerja di UPI (Unit Pengolahan Ikan) di wilayah Bali cenderung tidak bisa meningkatkan jenjang karirnya karena tidak memiliki sertifikasi kompetensi.
“Para pekerja di bidang akuakultur masih banyak yang belum memiliki sertifikat kompetensi, yang tentu akan menurunkan nilai tawar mereka terhadap perusahaan. Padahal, para pekerja akan lebih mudah untuk mendapatkan hak-hak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki,” jelasnya.
Di sektor akuakultur, sertifikasi kompetensi tenaga kerja juga dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan sertifikat mutu budidaya seperti Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) atau yang lainnya. Menurut Lilly, salah satu syarat untuk mendapatkan CBIB adalah adanya tenaga kerja yang telah tersertifikasi.
Baca juga: Peneliti ungkap cara tingkatkan asam amino maggot BSF
“Kelengkapan sertifikasi dari segi sumber daya manusia juga menjadi syarat untuk mendapatkan sertifikat mutu untuk usaha akuakultur,” ungkapnya.
Sertifikasi untuk kemajuan akuakultur
Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Akuakultur Indonesia (LSP-AI), Prof. Yushinta Fujaya turut menjelaskan pentingnya sertifikasi sebagai syarat untuk memajukan industri akuakultur dan meningkatkan daya Indonesia di pasar global.
“Salah satu manfaat sertifikasi adalah mendukung sertifikasi produk. Indonesia membutuhkan lebih banyak sumber daya manusia di bidang akuakultur yang tersertifikasi sehingga dapat memenuhi standar global mengenai keamanan produk pangan,” ucap Yushinta.
Di samping itu, ia juga menjelaskan peran Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dalam menyelenggarakan proses sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja akuakultur. LSP secara resmi dapat melaksanakan sertifikasi kompetensi pada bidangnya dengan akreditasi dan lisensi dari BNSP.
“LSP merupakan perpanjangan tangan dari BNSP dalam mengadakan sertifikasi. Segala aktivitas yang didelegasikan dari BNSP didapatkan melalui proses akreditasi dan pemberian lisensi,” ujarnya.
LSP yang memiliki wewenang dalam menyelenggarakan sertifikasi SDM bidang akuakultur adalah LSP Akuakultur Indonesia (LSP-AI). LSP-AI didirikan oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) dan telah mendapatkan lisensi resmi dari BNSP hingga tahun 2027.
Proses sertifikasi
Menurut Yushinta, proses dan persyaratan sertifikasi kompetensi secara garis besar meliputi pengajuan permohonan, pra-asesmen, asesmen, dan penerbitan sertifikasi. Tahap pengajuan adalah tahap di mana para peserta mengajukan diri untuk mendapatkan sertifikasi dengan melampirkan bukti-bukti kompetensi yang dimiliki.
“LSP-AI memberikan asesmen kepada individu yang dapat memberikan bukti pengakuan kompetensi. Kami hanya memverifikasi bahwa individu yang bersangkutan benar-benar telah kompeten,” ujarnya.
Sebelum melakukan proses asesmen, LSP-AI juga memberikan pra-asesmen untuk membantu peserta mempersiapkan diri dalam menghadapi asesmen, sekaligus menentukan tempat dan metode asesmen. Tahap asesmen kemudian dilaksanakan berdasarkan waktu dan skema yang telah disepakati bersama dengan asesor yang relevan dengan bidang yang disertifikasikan.
“Setelah itu, kurang lebih 2 minggu sertifikat sudah diterbitkan oleh LSP-AI dengan menggunakan blangko resmi dari BNSP dan dapat diambil,” kata Yushinta.
Ada beberapa skema sertifikasi yang dilaksanakan oleh LSP-AI. Antara lain delapan skema untuk industri budidaya udang dan delapan untuk bidang lainnya.
Skema sertifikasi untuk industri budidaya udang yaitu:
- Operator Tambak Udang
- Operator Mesin Listrik Budidaya Udang
- Operator Logistik Budidaya Udang
- Teknisi Pengelolaan Air Budidaya Udang
- Teknisi Pembenihan Udang
- Teknisi Pembesaran Udang
- Teknisi Pengelolaan Pakan Udang
- Teknisi Pengelolaan Hama dan Penyakit Udang
Skema sertifikasi untuk bidang lainnya yaitu:
- Asisten Analis Laboratorium
- Analis Laboratorium
- Insersi Tiram Mutiara
- Pemeliharaan Tiram Mutiara
- Penyuluh Perikanan Advisor
- Pengelolaan Budidaya Rumput Laut
- Pembesaran Ikan di Keramba Jaring Apung
- Pembesaran Ikan Bandeng
***
Foto utama: JALA