PT Sakti Biru Indonesia (SBI), perusahaan terintegrasi di sektor hulu-hilir tambak udang, baru saja menandatangani MoU dengan Departemen Akuakultur, Universitas Bangka Belitung. Kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan program SAKTI Academy yang digagas oleh SBI. Acara yang berlangsung di Pangkal Pinang (11/2) ini juga diisi dengan kuliah umum bertema Peluang dan Tantangan Sustainable dan Eco-friendly Mariculture di Bangka Belitung.
Dalam sambutannya, Direktur SBI, Suseno, mengatakan bahwa Bangka Belitung (Babel) memiliki sejarah mengesankan dalam memproduksi udang vaname dengan pertumbuhan yang sangat pesat. Namun beberapa tahun terakhir, tren produksinya cenderung menurun akibat serangan penyakit.
Suseno menyampaikan pihaknya ingin membangkitkan kembali kejayaan perudangan Babel dengan menerapkan sistem dan teknologi terbaru yang lebih efisien dan berkelanjutan. Ia telah mengembangkan beberapa produk dan sistem yang memungkinkan untuk memperbaiki produksi di tengah-tengah isu penyakit di Bangka.
“Sebagai perusahaan yang terintegrasi di sektor budidaya udang, Sakti Biru Indonesia memiliki pengalaman panjang di industri ini, sehingga saat ini memiliki peran dalam setiap tahapan produksi, mulai dari penyediaan benih berkualitas—baik post-larvae (PL) maupun benih besar (juvenile) dari nursery pond—hingga penyediaan sarana dan prasarana produksi berbasis teknologi terkini,” ujarnya.
SAKTI Academy siapkan SDM siap guna
Selain melalui penerapan teknologi terbaru, Suseno juga menekankan pentingnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang akan menjalankan teknologi tersebut. Karenanya, ia menggandeng Universitas Bangka Belitung untuk mengembangkan SAKTI Academy, dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan lulusan akuakultur UBB, melalui pendidikan dan pelatihan intensif di tambak-tambak komersial langsung.
“Kami memilih Universitas Bangka Belitung sebagai mitra strategis kami karena kami percaya UBB memiliki talenta-talenta terbaik di bidang akuakultur, baik dari tenaga pendidiknya maupun mahasiswa sebagai SDM masa depan,” ungkapnya.
![Serah terima cinderamata antara Dekan FPPK UBB, Riwan Kusmiadi (kiri), dan Direktur SBI, Suseno.](https://allfishnews.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG_0844-2-scaled.jpg)
Serah terima cinderamata antara Dekan FPPK UBB, Riwan Kusmiadi (kiri), dan Direktur SBI, Suseno.
Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Kelautan UBB, Riwan Kusmiadi, menyambut baik inisiatif kerja sama ini. Menurutnya, program tersebut selaras dengan visi kampus untuk membentuk mahasiswa yang unggul secara mental, moral, dan intelektual.
Baca juga: Digital PCR ShrimpPath dPlex siap amankan budidaya udang Indonesia
Menurutnya, mentalitas menjadi faktor kunci. Mahasiswa dengan mental yang kuat akan mampu bekerja dengan baik. Oleh karena itu, pendidikan intensif di lapangan yang sesuai dengan realitas dunia usaha dapat berkontribusi dalam membentuk mental mereka. Selain itu, kerja sama ini juga menjadi wadah bagi mahasiswa dan alumni untuk mengembangkan keterampilan serta wawasan di bidang budidaya udang.
“Akhirnya nanti ketika lulus, betul-betul menjadi insan sarjana yang mumpuni, yang memang betul-betul dibutuhkan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Peluang dan tantangan tambak udang di Babel
Dalam kuliah umum di hadapan mahasiswa UBB, General Manager SBI, Haryoso, mengungkapkan bahwa Bangka Belitung memiliki potensi besar di industri tambak udang. Ia mengutip data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Babel, yang mencatat bahwa wilayah ini memiliki garis pantai sepanjang 1.200–2.300 km. Namun, area yang dimanfaatkan untuk tambak baru sekitar 2.500 hektar, atau sekitar 11–21% dari total potensinya.
![Haryoso saat memberikan kuliah umum di depan mahasiswa Program Akuakultur UBB](https://allfishnews.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG_0860-scaled.jpg)
Haryoso saat memberikan kuliah umum di depan mahasiswa Program Akuakultur UBB
Haryoso menilai bahwa meskipun tambak udang di Bangka Belitung menghadapi tantangan penyakit, potensinya untuk berkembang masih sangat besar. Namun, ia menekankan bahwa pengembangan ini harus dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip budidaya yang berkelanjutan. Salah satunya dengan memanfaatkan inovasi teknologi yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan tetap memperhatikan aspek sosial.
Dari sisi sumber daya manusia (SDM), Haryoso mengungkapkan bahwa tenaga kerja di tambak udang masih didominasi oleh pekerja dari luar Babel. Ia memperkirakan sekitar 95% teknisi tambak bukan berasal dari daerah ini. Menurutnya, hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat lokal, khususnya mahasiswa dan alumni UBB, untuk terlibat lebih aktif. Dengan penguatan teori dan praktik lapangan, mereka bisa mengisi kebutuhan tenaga ahli di industri ini.
Karena itu, ia berharap kerja sama antara SBI dan UBB melalui program SAKTI Academy dapat mencetak SDM lokal yang unggul dan siap bekerja di tambak udang Bangka Belitung.