Karena potensinya yang sangat besar, rumput laut Indonesia kerap dijuluki juga sebagai emas hijau. Komoditas ini bisa diolah menjadi beragam produk turunan untuk berbagai kebutuhan, mulai untuk pangan, pakan, pupuk, kosmetik dan farmasi, hingga bioenergi. Pengolahan rumput laut menjadi berbagai produk bernilai tinggi juga didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Sejumlah penelitian juga menyebutkan bahwa rumput laut dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan bahan bakar atau biofuel, sehingga dapat menjadi salah satu alternatif solusi krisis energi yang banyak dikhawatirkan di masa datang,” ujar pelaksana teknis (Plt.) Dirjen PDSPKP – KKP Ishartini melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (8/10/2022).
Ishartini mengungkapkan, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama rumput laut dunia terlebih jika didukung oleh kebijakan yang holistik dari hulu – hilir. Secara volume, ekspor rumput laut Indonesia menempati peringkat 1 di dunia. Pada tahun 2021, volume ekspor mencapai lebih dari 225 ribu ton atau lebih dari 30% terhadap total volume ekspor rumput laut dunia. Namun secara nilai, Indonesia menempati urutan kedua setelah Tiongkok, dengan nilai mencapai USD345 juta atau setara dengan Rp5 triliun (kurs Rp14.500/USD).
“Tercatat 196 negara di dunia menjadi pengimpor komoditas ini. Tentu ini menunjukkan betapa pentingnya produk rumput laut dalam perdagangan internasional,” ujar Ishartini.
Saat membuka webinar bertajuk “Diversifikasi dan Pengembangan Produk Rumput Laut”, beberapa waktu lalu, Ishartini menyebut ratusan jenis rumput laut dapat tumbuh dengan baik di wilayah Indonesia. Dikatakannya, masyarakat juga mulai mengembangkan produk turunan rumput laut seperti manisan, agar-agar, dodol, mie, minuman, stik sebagai produk pangan. Industri rumput laut juga mulai mengembangkan inovasi rumput laut dengan pemanfaatan di berbagai bidang seperti food, health, pharmaceuticals, sustainable materials, cosmetics, biostimulant, dan fertilizer.
Selain itu, penggunaan produk turunan rumput laut juga dikembangkan sebagai hydrocolloid seperti karaginan, agar, dan alginate, juga umum digunakan untuk bahan pembantu dalam pembuatan berbagai produk industri baik pangan (es krim, roti, susu, sosis, edible film pada buah-buahan, minuman instan, dsb) maupun nonpangan (cat, tekstil, farmasi, kosmetik, dan sebagainya).
“Sejalan dengan ini, KKP di bawah arahan Bapak Menteri Trenggono juga telah memasukkan rumput laut sebagai komoditas budidaya prioritas,” tutur Ishartini.
Karenanya, Ishartini menegaskan integrasi hulu-hilir menjadi kunci optimalisasi “emas hijau” laut Indonesia. Terlebih saat ini, masih terdapat perbedaan antara data produksi rumput laut di bagian hulu dengan kebutuhan bahan baku di industri hilir, sehingga perlu dilakukan perbaikan kualitas pendataan disemua lini. Selain itu, kualitas bahan baku yang dihasilkan oleh pembudidaya masih banyak yang belum memenuhi standar/ spesifikasi untuk diolah.
Faktor lain yang juga penting ialah sinergi dan kerjasama dari berbagai pihak seperti akademisi, bisnis/pelaku usaha, komunitas, pemerintah, dan media atau yang dikenal dengan konsep pentahelix. Diseminasi dan sosialisasi berbagai produk rumput laut yang banyak dihasilkan dari penelitian perguruan tinggi, industri maupun lembaga lainnya perlu dilakukan sehingga dapat diaplikasikan secara komersial.
“Perlu dilakukan market intelligence untuk mengetahui jenis produk rumput laut yang dibutuhkan, baik untuk kebutuhan pasar internasional maupun domestik. Permintaan dunia terhadap bahan baku rumput dan produk turunannya sangat tinggi. Di sisi lain, terjadi persaingan ketat untuk perolehan bahan baku antara eksportir rumput laut kering dengan para processor (industri pengolahan) di dalam negeri. Oleh karena itu, data dan informasi market intelligence ini juga dapat menjadi referensi kebijakan untuk mengatur pemasaran rumput laut,” tutur Ishartini.
Ishartini berharap melalui webinar bertajuk “Diversifikasi dan Pengembangan Produk Rumput Laut” bisa menumbuhkan industri pengolahan rumput laut dalam negeri. Dengan begitu, Indonesia bisa meningkatkan ekspor produk rumput laut yang bernilai tambah.
Sumber: Siaran Pers KKP