Perkumpulan baru di sektor budidaya udang, Southern Shrimp Culture Association (SCSA), baru saja menggelar acara perdananya yang bertema “Optimisme Budidaya Udang di Wilayah Pantai Selatan”, di Yogyakarta (21/1). Acara tersebut menjadi ajang diskusi dan membangkitkan semangat baru bagi para petambak di pesisir selatan (Pansela) Jawa. 

SCSA, yang baru berdiri pada Oktober 2024, merupakan komunitas yang beranggotakan anak-anak muda dengan cita-cita besar untuk menghidupkan kembali budidaya udang vaname di wilayah pesisir selatan. Dalam sambutannya, Ketua SCSA, Andi Prasetya, menjelaskan bahwa organisasi ini lahir dari mimpi dan semangat bersama untuk membangkitkan industri budidaya yang sempat terpuruk.

“SCSA ini adalah sekumpulan banyak ide, pikiran, dan harapan teman-teman sekalian. Kita semua sama-sama berjuang untuk bagaimana industri budidaya ini, khususnya di pesisir pantai selatan bisa marak kembali, bisa bangkit kembali, bisa menggairahkan kembali,” ungkap Andi.

Andi Prasetya, Ketua South Coast Shrimp Association (SCSA). ©YouTube/SCSA

Andi Prasetya, Ketua South Coast Shrimp Association (SCSA). ©YouTube/SCSA

Naik-turun tambak udang di Pansela

Dalam sambutannya, Andi bercerita bahwa budidaya udang vaname di pesisir selatan sudah dimulai sekitar tahun 2010 dengan sarana dan prasarana sederhana, seperti penggunaan plastik mulsa dan kincir longarm. Saat itu, tambak-tambak kecil tersebar di berbagai daerah Congot, Glagah, Purworejo, Kebumen, hingga ke Pansela Jawa Barat. Sehingga pada periode 2015-2020, budidaya di Pansela semakin tumbuh pesat layaknya “jamur di musim hujan.”

Baca juga: Seri GSF 2024: Tambak rumah kaca tumbuh pesat di Tiongkok

Namun, pertumbuhan budidaya yang masif itu tidak diiringi dengan tata kelola yang baik. Banyak tambak dibangun tanpa perencanaan tata ruang yang jelas, yang menyebabkan tumpang tindih lahan. Hal ini berujung pada merebaknya penyakit udang Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) yang membuat banyak petambak alami kegagalan produksi dan kerugian ekonomi. Kondisi usaha kemudian diperparah dengan adanya pandemi COVID-19 pada awal 2020. 

“Pada 2019 banyak sekali kasus yang dihadapi oleh petambak, yang kalau bahasa Pansela ini kita sebut ngelelesi. Waktu berlalu semua terus berjuang dan mencoba untuk mencari solusi. Semua terus coba mencari jalan hingga pada akhirnya di 2023 kita mengalami kondisi yang sangat terpuruk,” ujar Andi. 

Asa baru 2025

Karenanya, melalui acara tersebut, SCSA didirikan untuk menyalakan kembali semangat para petambak di Pansela. Andi berharap, para petambak mendapatkan inspirasi untuk memulai kembali produksi udang di Pansela. Menurut data yang ia himpun pada pertengahan 2024, sudah banyak petambak udang Pansela yang kembali produksi dan berhasil.  

“Maka dari itu, tujuan acara ini adalah untuk menceritakan bagaimana keberhasilan itu. Nanti juga ada pembicara atau pemateri yang akan memberikan ilmu mereka, pengalaman mereka,” ucapnya. 

Selain itu, Andi juga menyampaikan bahwa persepsi budidaya udang yang selama ini identik dengan modal hingga miliaran, dapat dipatahkan dengan kenyataan bahwa di area pantai selatan, budidaya udang dapat beroperasi dengan modal yang jauh lebih sedikit. Menurutnya, petambak dapat melakukan produksi dengan modal Rp100-200 juta. 

“Untuk tercapainya keberhasilan tadi, kita semua butuh dukungan bersama. Saling diskusi, saling memberikan informasi yang baik, dan saling bersama-sama memberikan kabar baik. Misalnya (petambak) di Cilacap ada yang bagus bisa sharing ke Purworejo. Purworejo bagus bisa sharing ke Tasikmalaya, dan seterusnya. Pansela ini masih manis, Pansela terus optimis,” tutup Andi.