Menanggapi kekhawatiran petambak terhadap penyakit Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) yang kerap menggerus hasil panen secara diam-diam, FisTx Indonesia sukses menggelar webinar OMBAK (Obrolan Tambak) edisi kelima. Mengangkat tema “EHP: Diam-diam Menggerus Panen“, acara ini menghadirkan tiga narasumber dari berbagai level di rantai pasok industri—dari hulu hingga hilir—untuk membahas strategi pencegahan dan pengendalian EHP secara komprehensif.
Webinar yang disiarkan langsung melalui Zoom dan YouTube ini menghadirkan Dr. Prakan Chiarahkhongman (Director of AAHC CP Florida), Waiso (Ketua Forum Komunikasi Praktisi Akuakultur/FKPA 2024–2029), dan Rico Wisnu Wibisono (CEO FisTx Indonesia). Ketiganya membedah secara mendalam bagaimana EHP menjadi salah satu faktor utama yang menurunkan produktivitas tambak udang di Indonesia.
Tiga pilar pencegahan EHP
Dr. Prakan Chiarahkhongman menjelaskan secara mendalam tentang biologi Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) dan faktor-faktor yang membuat patogen ini sulit dikendalikan. Ia menyebut EHP sebagai “musuh dalam selimut” karena menyerang hepatopankreas udang—organ vital yang berperan dalam pencernaan dan penyerapan nutrisi.
Menurutnya, salah satu hal yang membuat EHP berbahaya adalah kemampuan sporanya untuk bertahan lama di lingkungan serta berkembang biak dalam jumlah besar. Dapat dibayangkan, satu sel yang terinfeksi bisa menghasilkan ribuan spora baru setiap harinya.
Untuk mencegah penyebaran EHP, Dr. Prakan menawarkan pendekatan berbasis tiga pilar utama: biosekuriti di hatchery, persiapan kolam yang matang, dan manajemen lingkungan yang ketat. Ia menekankan pentingnya menggunakan benur berkualitas tinggi yang benar-benar bebas patogen (SPF) sebagai langkah awal yang tidak bisa dikompromikan.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya proses pengeringan dan desinfeksi dasar kolam secara menyeluruh agar siklus hidup spora dari budidaya sebelumnya bisa terputus. Menjaga kejernihan air dan menghindari pemberian pakan berlebihan juga sangat penting, karena partikel organik dan sisa pakan dapat menjadi media penyebaran spora EHP yang berpotensi menginfeksi udang.
Disiplin dan konsisten
Sebagai perwakilan praktisi lapangan, Waiso menyampaikan perspektif yang realistis dan sudah teruji di tambak. Ia menekankan bahwa keberhasilan melawan EHP sangat bergantung pada kedisiplinan, konsistensi, dan keberanian untuk meninggalkan kebiasaan lama yang terbukti tidak efektif. Menurutnya, salah satu kesalahan umum petambak adalah terlalu fokus mengejar pertumbuhan cepat di awal siklus, padahal 42 hari pertama justru krusial untuk memastikan tingkat kelangsungan hidup (survival rate) udang.
Waiso menekankan pentingnya manajemen pakan dan pengendalian limbah organik secara presisi. Ia menganjurkan agar petambak rutin melakukan pergantian air dan siphon untuk membuang sisa pakan dan feses yang bisa menjadi sumber penyakit. Tak kalah penting, ia juga mendorong komunikasi yang intens dengan pihak hatchery agar petambak memahami karakter genetik benur yang dibudidayakan, sehingga strategi pemberian pakan bisa disesuaikan dengan lebih tepat.
“Jangan takut mengganti merek pakan atau probiotik jika tidak sesuai. Keberhasilan jangka panjang lebih penting daripada sekadar mengikuti kebiasaan,” tegasnya.
Intervensi teknologi
Rico Wisnu Wibisono dari FisTx Indonesia menghadirkan perspektif yang mengolaborasikan antara sains dan praktik lapangan melalui solusi berbasis teknologi dan rekayasa lingkungan. Ia menekankan bahwa ancaman EHP bisa dikendalikan dengan pendekatan yang terukur dan berbasis data—bukan lagi sekadar mengandalkan intuisi atau perkiraan.
Salah satu teknologi kunci yang ia soroti adalah penggunaan UV medium pressure untuk mensterilkan air masuk. Teknologi ini terbukti mampu menonaktifkan hingga 99% spora EHP yang hidup bebas di dalam air.
Rico juga menjelaskan pentingnya konsep daya dukung (carrying capacity) dan optimalisasi tandon air, yang tidak hanya meningkatkan efektivitas biosekuriti, tetapi juga lebih efisien dari sisi biaya operasional. Ia memperkenalkan beberapa inovasi dalam pengelolaan dasar kolam, seperti shrimp toilet dan sistem pembuangan limbah padat otomatis untuk menjaga kebersihan lingkungan budidaya secara berkelanjutan.
Melalui paparannya, Rico menegaskan bahwa penerapan teknologi yang tepat guna bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan bagi tambak udang modern yang ingin bertahan dan berkembang di tengah ancaman penyakit seperti EHP.
Simak rekaman webinar lengkapnya di YouTube FisTx Indonesia.