Memasuki hari kedua, Global Shrimp Forum (GSF) 2024 membahas beragam topik di industri udang, yang pada intinya mengerucut pada bagaimana industri ini, terutama budidaya, bertransisi dari pandangan budidaya udang sebagai seni (art) menjadi sebuah aktivitas berbasis sains yang lebih presisi.
Topik inti GSF
Sesi pertama dimulai dengan acara utama, yakni pemaparan perkembangan terakhir ekspor-impor udang global yang disampaikan oleh Willem van der Pijl. Secara umum ia menyampaikan bahwa kondisi pasar cenderung menurun. Namun demikian, potensinya tetap bagus dan isu-isu yang sedang terjadi di industri ini masih memungkinkan untuk diatasi.
Karenanya, Nate Torch, co-president CenSea, mengatakan para pemangku kepentingan di industri udang perlu mencari cara bagaimana agar konsumsi udang dunia bisa meningkat. Menurut Travis Larkin, CEO Seafood Exchange, daripada mengonsumsi ayam untuk menambah massa otot, generasi muda bisa mendapatkan manfaat yang sama dari udang, bahkan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan ayam.
Masa depan pakan udang
Dalam dua sesi yang dipandu oleh anggota dewan GSF, Esther Luiten, bersama Ronnie Tan, para pembicara memaparkan bagaimana masa depan pakan udang. Carlos Mera dari Rabobank dan Helene Ziv-Douki dari Cargill membahas mulai dari bahaya “Cereal Killers” hingga potensi menarik dari nutrisi yang presisi (precise nutrition) untuk pakan udang.
Selain itu, para pembicara juga mendiskusikan keberlanjutan sumber protein berbasis serangga dengan meneladani kisah sukses dari Entobel dan Protix. Sesi tentang pakan ini juga dilengkapi dengan diskusi panel yang menarik, yang menghadirkan perwakilan dari Cargill, Albert Heijn, Hatch, dan International Finance Corporation.
“Seiring dengan semakin banyaknya studi dan data yang memperlihatkan manfaat luas dari protein serangga, peluang adopsi sumber protein baru ini akan semakin berkembang. Sangat menarik mendengar perspektif dari seluruh rantai nilai, termasuk dari perusahaan yang berada di garis depan pengembangan protein serangga.” menurut keterangan resmi dari GSF.
Esther kemudian berpasangan dengan Anton Immink membawakan sesi yang tidak kalah menarik, “Shrimp x Tech”. Sesi ini menghadirkan tiga penyedia teknologi—Minnowtech, GalaxEye, dan Kontali Shrimp—yang bersaing dengan empat calon pengguna: Devi Sea Foods, Skretting, MER Seafood, dan The Fishin’ Company. Setelah para “shark” (penguji) memberikan pertanyaan tajam kepada penyedia teknologi, giliran penonton yang mengajukan pertanyaan lebih lanjut dan memilih presentasi yang paling meyakinkan.
Industri dan pasar Tiongkok
Dalam membahas pasar udang global, ada negara menarik yang dibahas dalam GSF 2024 ini, Tiongkok dan India. Sebagai salah satu dari dua negara dengan populasi lebih dari 1 miliar orang dan garis pantai yang sangat luas, Tiongkok merupakan pasar penting untuk udang, meskipun potensinya belum sepenuhnya terealisasi.
Sesi “Deep Dive into China’s Shrimp Production and Global Farming Perspectives” menyajikan presentasi yang membukakan mata, yang disampaikan oleh Luca Micciche. Informasi yang ia sampaikan sama menariknya dengan apa yang disampaikan Guo Fuci tahun lalu. Secara umum, diketahui bahwa meski potensi pasar Tiongkok sangat besar, udang sendiri hanya menyumbang 5 persen saja dari konsumsi seafood di Tiongkok. Menurut Micciche, meningkatkan konsumsi lokal di Tiongkok mungkin sangat menantang, tapi ia menyarankan untuk memperhatikan dua jenis pasar yang berbeda, yakni pasar udang beku dan hidup.
Sementara dari sisi produksi, meski budidaya dengan teknologi tinggi menjanjikan, tetapi menurut Robins MacIntosh, sistem tersebut tidak akan menjadi pilihan utama para pembudidaya. Di sisi lain, sistem rumah kaca dalam ukuran kecil (small greenhouse), meski pertumbuhannya kecil, justru semakin banyak diaplikasikan. Rumah kaca ini menawarkan biosekuriti dan fleksibilitas yang sangat baik—kolam kecil berukuran 20 x 9 meter, memungkinkan pembuangan air dari kolam yang gagal panen, tanpa mengganggu produksi keseluruhan. Apalagi pemerintah Tiongkok menerapkan aturan yang ketat soal pembuangan limbah budidaya.
Industri dan pasar India
India memiliki potensi besar, tidak hanya dalam produksi udang, tetapi juga konsumsi. Meskipun populasinya banyak vegetarian dan konsumsi per kapita tahunannya rendah, India tetap menjadi pasar potensial yang signifikan karena populasinya yang sangat besar, seperti dijelaskan oleh Aditya Dash, moderator sesi ini.
Shan Kadavil mencatat bahwa di India, seafood lebih dominan dibanding unggas. Pasar gabungan ikan dan daging di India hanya sedikit lebih kecil dari industri Hollywood. Namun, konsumsi udang masih sangat rendah. Berbeda dengan di Amerika Serikat, di mana 60-70% udang dijual melalui ritel dan 14-15% secara online. Sementara di India, 98% udang dijual di pasar basah. Kadavil percaya bahwa, sebagian karena populasi muda di India, pasar mungkin tidak lagi melalui rantai tradisional yang panjang, tapi langsung ke konsumen melalui platform penjualan yang cepat seperti Fresh to Home.
Menariknya, meski garis pantai India sangat panjang, Manoj Sharma mengatakan bahwa jika berjalan hanya 5 km ke pedalaman, masyarakat relatif tidak mengenal udang. Dikenal karena dedikasinya pada industri dan promosinya terhadap udang, Dr. Sharma berhasil mengoperasikan Restoran Zhingalala di Gujarat, negara bagian yang sebagian besar penduduknya vegetarian. Untuk meningkatkan konsumsi udang lokal, Bala mengatakan, “Hanya ada batasan yang bisa dilakukan satu Shan. Kita butuh ribuan Shan. Kita butuh ribuan Manoj.”
Industri dan pasar Asia
Meskipun fokus utama GSF 2024 adalah industri dan pasar di Tiongkok dan India, tetapi informasi dari negara produsen-konsumen lain, terutama di Asia, juga mengemuka melalui diskusi panel berikutnya.
Rizky Darmawan menjelaskan bahwa industri udang di Indonesia semakin menua, dan sangat penting bagi generasi muda untuk terlibat. Menurutnya, generasi muda perlu belajar dari kesalahan pendahulu mereka. “Meskipun kondisi pasar saat ini sedang lesu, keberhasilan masih mungkin dicapai dengan praktik yang baik,” katanya.
Demikian pula, Loc Tran mencatat bahwa petambak kecil di Vietnam menghadapi tantangan, tetapi generasi muda mulai melihat budidaya udang sebagai bisnis. Dia yakin bahwa perubahan ini akan membawa perbaikan dalam 2-3 tahun ke depan.
Sebaliknya, Bala menginginkan produksi berkurang agar harga bagi petambak bisa lebih baik. Dia tetap optimis dengan menyatakan, “Ketika ombak naik, kita harus siap.”
Sementara dari Filipina, kisah sukses Fisher Farms bisa menjadi pelajaran. Ms. Imelda Madarang membagikan kisah suksesnya, menjelaskan bagaimana perusahaannya meraih penghargaan internasional tertinggi untuk produk bernilai tambahnya dan berhasil memenangkan hati konsumen lokal.
Belajar dari industri unggas
Dalam sesi “Lessons Learned from Other Food Producers,” Maisie Ganzler yang luar biasa menyajikan studi kasus tentang bagaimana mengubah krisis menjadi peluang dalam industri ayam di AS. Sementara itu, Katherine Bryar membagikan contoh yang tidak kalah menginspirasi dari pengalamannya memasarkan telur di Australia. Presentasi ini sangat relevan karena Global Shrimp Council sedang mempersiapkan peluncuran kampanye pemasaran besar pertama mereka. Jelas bahwa ada banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari industri makanan lain tentang memahami perilaku dan kebutuhan konsumen, serta bagaimana memasarkan dengan efektif.