Oleh: Rusky I. Pratama dan Yuli Andriani*

Penyakit celiac, atau yang juga dikenal sebagai celiac disease, saat ini memengaruhi sekitar 1% dari populasi dunia. Sementara di Indonesia sendiri, angkanya mencapai kurang dari 5% dari populasi. Sayangnya, penyakit ini sering kali tidak terdiagnosis, sehingga menimbulkan risiko seperti gangguan yang berhubungan dengan kekebalan tubuh dan kanker. 

Penyakit celiac, termasuk gangguan autoimun kronis dengan rasio kejadian sebesar 3:1 pada wanita dan pria. Prevalensinya telah meningkat 4-5 kali lipat dalam 50 tahun terakhir walaupun angka kematiannya terhitung relatif rendah, bergantung pada diagnosis dini. Faktor-faktor yang memengaruhi prevalensi penyakit celiac antara lain genetika, paparan gluten selama masa bayi, hingga risiko lingkungan seperti asupan gluten yang tinggi.

Peradangan pada pangkal usus halus merupakan gejala khas penyakit celiac. Gejala tersebut bisa muncul mulai dari gangguan saluran pencernaan pada anak-anak hingga komplikasi non-digestif pada orang dewasa. Selain itu, terdapat juga komplikasi pada gangguan endokrin, sistem saraf, dan hati. Gejala ruam kulit kronis terjadi pada 10-20% kasus, sementara komplikasi neurologis memengaruhi 10-30% penderita. Penyakit ini juga memiliki hubungan dengan kanker, khususnya limfoma.

Baca juga: Garam rumput laut rendah natrium, solusi mengatasi hipertensi di Indonesia

Penyakit celiac disebabkan oleh interaksi antara gluten dengan faktor kekebalan tubuh dan genetik seseorang. Gluten, campuran protein cadangan yang terdapat dalam gandum, barley, dan gandum hitam (rye), mengandung gliadin dan glutenin. Gliadin inilah yang mengasilkan efek samping menghambat pencernaan, dan memicu respons kekebalan pada individu yang rentan secara genetik.

Diet bebas gluten dan problematikanya

Diet bebas gluten adalah cara pengobatan utama yang mengharuskan penderita celiac mengindari sumber-sumber gluten seperti gandum, gandum hitam, barley, dan produk olahan yang mengandung bahan-bahan tersebut. Namun, metode diet bebas gluten ini dihadapkan pada beberapa tantangan. Antara lain, pelaku diet harus konsisten mematuhi aturan diet, apalagi banyak sumber gluten tersembunyi, sehingga dapat meningkatkan risiko kambuh. Selain itu, penghilangan jenis makanan yang mengandung gluten dari diet sehari-hari akan berdampak pada komposisi nutrisi makro dan mikronutrien, karena akan mengurangi asupan elemen-elemen gizi penting yang ditemukan dalam gandum, seperti zat besi, folat, dan vitamin B.

Sementara itu, produk bebas gluten sering kali berasal dari bahan pati dengan indeks glikemik tinggi. Umumnya produk-produk ini memiliki kadar karbohidrat dan lemak yang lebih tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan risiko kesehatan yang lain. Produk bebas gluten yang tersedia secara komersial juga bisa saja mengandung kadar nutrisi esensial yang lebih rendah, yang dapat menyebabkan kurangnya beberapa komponen nutrisi yang dibutuhkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang menjalani diet bebas gluten, pada beberapa kasus justru dapat mengalami komplikasi nutrisi. Komplikasi tersebut meliputi ketidakseimbangan asupan kalori dan protein, kekurangan serat makanan, mineral, dan vitamin. Tingkat keparahan kekurangan nutrisi ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan dinding usus.

Nutrisi ikan lengkap dan bebas gluten

Mempertahankan pola makan yang sehat dan seimbang sangat penting bagi penderita penyakit celiac. Asupan kalori harian yang direkomendasikan mencerminkan asupan kalori untuk populasi umum: 55% dari karbohidrat kompleks dan sederhana, 15% dari protein makanan, dan 25-30% (atau kurang) dari lemak. Memprioritaskan lemak tak jenuh, terutama asam lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda, sangat penting. 

Baca juga: Ahli Nutrisi: Cegah stunting dengan ikan segar berkualitas

Ikan berlemak tinggi seperti tuna, makerel, sarden, dan salmon merupakan sumber nutrisi yang sangat baik, tidak hanya menawarkan asam lemak tak jenuh, tetapi juga protein, mineral, dan vitamin berkualitas tinggi. Memilih makanan yang secara alami tidak mengandung gluten sangat dianjurkan karena komposisi makro dan mikronutriennya yang lebih seimbang. 

Makanan alami bebas gluten, seperti ikan, tidak hanya berfungsi sebagai sumber protein, tetapi juga menyediakan profil asam lemak tak jenuh yang lengkap. Kandungan protein ikan bervariasi berkisar antara 8-20%, kandungan lemaknya berkisar 2-22%, kandungan airnya antara 68-83%, mineral dan vitamin berkisar 2,5-4,5%. 

Kandungan karbohidrat ikan yang rendah membuatnya cocok bagi pola makan rendah gula dan bebas gluten. Kualitas protein ikan sangat tinggi, karena mengandung berbagai asam amino esensial (tidak diproduksi oleh tubuh) dalam jenis dan jumlah yang mendekati kebutuhan manusia.  Selain asam amino esensial, ikan juga mengandung asam lemak esensial. Asam lemak ini berada di dalam lemak dan terdapat dalam bentuk jenuh (ikatan rantai tunggal) dan tidak jenuh (ikatan rangkap). Asam lemak tidak jenuh seperti Omega-3 dan Omega-6 memiliki banyak sekali manfaat bagi kesehatan. 

Penelitian-penelitian yang sedang dilakukan terkait penyakit ini bertujuan untuk memberikan pilihan variasi pengobatan tambahan. Tetapi untuk saat ini, salah satu cara terbaik untuk mencegah terjadinya penyakit ini adalah dengan melakukan diet bebas gluten dengan mengonsumsi berbagai produk bebas gluten yang tersedia di pasaran atau mencari alternatif sumber bahan makanan segar lainnya yang lebih kaya nutrisi seperti ikan dan hasil perikanan lainnya. 

***
*Staff Pengajar Departemen Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran