Kementerian Kelautan dan Perikanan terus memaksimalkan potensi pangan biru untuk mendukung swasembada pangan nasional sekaligus memenuhi permintaan pasar perikanan global. Hingga kini, produk perikanan Indonesia telah diekspor ke 133 negara di seluruh dunia.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan keyakinannya terhadap kemajuan sektor kelautan dan perikanan dalam mencapai target swasembada pangan pada tahun 2027. Salah satu pencapaian yang akan terealisasi adalah penghentian impor garam konsumsi mulai tahun depan. Dengan produksi sebesar 800 ribu ton, Indonesia mampu mencukupi kebutuhan garam konsumsi domestik yang jumlahnya sekitar 500 ribu ton.
“Sektor kelautan dan perikanan akan sangat menentukan kita swasembada pangan atau tidak. Untuk itu saya apresiasi ada agenda ini,” ujar Zulkifli Hasan saat memberikan sambutan dalam acara Indonesia Marine and Fishery Business Forum (IMFBF) 2024 bertema Blue Food Competent Authority Dialogue di Jakarta, Selasa (10/12).
Zulkifli juga mengapresiasi langkah KKP dalam merevitalisasi tambak di Pantura Jawa untuk budi daya nila salin, seperti yang telah dilakukan melalui program Budidaya Ikan Nila Salin (BINS) di Karawang, Jawa Barat. Dengan mengadopsi teknologi budi daya modern dari BINS, program revitalisasi ini diharapkan mampu menghasilkan produk perikanan berkualitas tinggi dengan standar mutu yang terjamin.
Potensi pangan biru
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyampaikan bahwa potensi pangan biru akan dimaksimalkan melalui implementasi lima program ekonomi biru. Melalui program ini, kegiatan perikanan di hulu, baik dari sektor budidaya maupun penangkapan, akan ditingkatkan pengelolaannya dengan menerapkan kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota dan pembangunan model budidaya berkelanjutan.
Baca juga: Japfa siap dukung ketahanan pangan dan ekonomi berkelanjutan Indonesia
Saat ini, kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota sudah diterapkan di wilayah perairan timur Indonesia. Sementara itu, model budidaya berkelanjutan telah berhasil memproduksi rumput laut, udang, dan nila salin dengan kualitas yang memenuhi standar ekspor.
“Peningkatan kualitas produksi hasil perikanan di hulu pun dibuktikan dengan penerapan standar produksi yang baku, seperti implementasi CBIB, CPIB, CPPIB untuk kegiatan budidaya,” kata Trenggono.
Selain itu KKP melalui Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BBPHMKP) juga melakukan penjaminan mutu produk perikanan yang dihasilkan. Badan ini bertugas memastikan bahwa semua produk perikanan Indonesia berkualitas dan aman konsumsi.
“Pangan biru itu salah satu sektor pangan yang berasal dari perikanan yang dihasilkan dari perairan darat dan laut. Ini yang terus kami kembangkan untuk swasembada. Dalam neraca komoditas, sektor perikanan pun selalu positif, surplus dan impornya sangat kecil untuk komoditas yang tidak ada di dalam negeri,” tambahnya.
Produk perikanan Indonesia kini telah menembus pasar di 133 negara, dengan nilai ekspor mencapai USD 5,6 miliar pada tahun 2023. Komoditas utama yang paling diminati adalah udang, tuna, cakalang, tongkol, cumi, sotong, gurita, rajungan, kepiting, dan rumput laut. Hal ini menunjukkan bahwa produk perikanan Indonesia diakui sebagai sumber protein berbasis hasil perikanan yang berkualitas.
“Kami ingin peningkatan produksi juga seiring dengan peningkatan kualitas yang akan berdampak pada akses pasar serta mendukung program nasional di dalam negeri,” ucap Trenggono.
Baca juga: Tilapia: Protein untuk ketahanan pangan dan transformasi blue food
Ia juga optimistis bahwa nilai ekspor dan jumlah negara tujuan akan terus bertambah. Hingga November 2024, tercatat ada 2.406 unit pengolah ikan yang telah memiliki nomor registrasi untuk memenuhi persyaratan ekspor ke negara mitra. Langkah ini turut memperkuat portofolio Indonesia dalam memenuhi standar Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
Perkuat sinergi
Sementara itu, Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan Didit Herdiawan menambahkan, kegiatan IMFBF yang ketiga kalinya tahun ini untuk menjalin sinergi yang lebih kuat dengan stakeholder perikanan dari dalam dan luar negeri. Optimalisasi potensi pangan biru sekaligus untuk mendukung program prioritas pemerintah yakni Makan Bergizi Gratis.
“Ini tujuannya untuk memperkuat kolaborasi yang efektif dan saling menguntungkan di kalangan negara-negara yang memiliki kaitan dengan perikanan global,” ujar Didit.
IMFBF dengan tema Blue Food Competent Authority Dialogue dihadiri ratusan tamu undangan dan pembicara dari dalam dan luar negeri. Di antaranya para duta besar, konselor perdagangan dan ekonomi negara-negara sahabat, hingga para pelaku usaha. Acara ini juga dihadiri perwakilan Badan Pangan Dunia (FAO) untuk Indonesia, serta Delegation of European Union for Indonesia and Brunei Darussalam, Directorate for Seafood Safety US-FDA.
***
Foto-foto: ©KKP