Hari Pertama:

Global Shrimp Forum 2025 resmi dibuka pada Selasa (2/9) di Utrecht, Belanda. Acara tahunan para pemangku kepentingan industri udang global ini berhasil menarik 580 peserta dari hampir 50 negara. Mereka hadir untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan ide-ide. Forum dibuka dengan berbagai side-event, sesi pleno yang penuh energi, hingga pemutaran sebuah film. 

3T: Tarif, Tarif, dan Tarif

Kebijakan dagang Presiden Trump menjadi topik panas pada berbagai sesi. Dalam Wild-Caught Shrimp Summit, Robert DeHaan dari National Fisheries Institute menyoroti situasi di AS. “Masih terlalu dini untuk menilai dampaknya,” ujarnya, “namun sejauh ini banyak orang terkejut karena ternyata belum mendorong inflasi lebih tinggi.” Ia juga menambahkan bahwa rencana perjanjian dagang dengan Uni Eropa dan Inggris bisa membuka peluang besar bagi eksportir AS — jika kesepakatan itu benar-benar terwujud. Simon Dwyer, CEO UK Seafood Federation, menegaskan bahwa “semua tergantung detailnya, dan detail itu belum jelas.”

Sesi pleno pembukaan dipenuhi dengan diskusi mendalam soal dampak tarif. Kebijakan tarif Trump terbukti membawa pengaruh besar, bukan hanya bagi industri udang, tetapi juga pada tatanan ekonomi dan politik global. Ekonom Jan Lambregts menyoroti “strategi makro besar” Amerika Serikat. Ia mengajak peserta melihat GDP bukan sekadar angka dalam arti tradisional, melainkan juga fungsinya sebagai kunci untuk memahami pergeseran kebijakan tarif yang jauh berbeda dari era sebelumnya.

Angel Rubio kemudian menyajikan analisis berbasis data tentang dampak nyata tarif terhadap industri global. Hasilnya menunjukkan situasi yang berlapis: ada pertumbuhan volume, namun terbatasi oleh pertumbuhan populasi, sehingga impor udang AS pada akhirnya kembali ke tingkat pra-pandemi.

Robert DeHaan menambahkan dengan mengutip Harold Macmillan, bahwa sering kali sebuah hasil ditentukan oleh “peristiwa-peristiwa tak terduga.” Dengan kebijakan dagang yang masih belum pasti, masa depan industri akan sangat bergantung pada bagaimana peristiwa itu berkembang.

Kolaborasi sebagai kunci

Di tengah ketidakpastian global, kolaborasi menjadi sebuah kunci bagi industri. Semangat inilah yang tercermin dalam Global Shrimp Council, yang memulai hari dengan rapat dewan lalu dilanjutkan dengan sesi pembaruan dan diskusi terbuka.

Miguel Barcenas memaparkan perkembangan kampanye The Happy Protein, yang kini semakin dikenal oleh konsumen di AS. Ia juga membagikan pengalaman dari kesuksesan besar kampanye Avocados from Mexico sebagai bukti betapa pentingnya kekuatan sebuah brand kolektif.

Diskusi semakin menarik saat Thomas Fournier berbagi topik tentang peran influencer dan strategi pemasaran digital — mulai dari nano-influencer hingga kampanye nasional. Sementara itu, Gabriel “Forrest Gump” Luna mencuri perhatian lewat penampilannya yang unik, mengekspresikan kecintaannya pada udang.

©Global Shrimp Forum

©Global Shrimp Forum

Hope in the Water

Hari pertama GSF 2025 ditutup dengan pemutaran perdana di Eropa, serial dokumenter Hope in the Water, yang masuk nominasi Emmy Awards, yang dilanjutkan dengan diskusi antara kreator film tersebut, Jennifer Bushman, dan pemerannya, Dr. Loc Tran.

Film ini menyoroti potensi transformasi usaha dari yang semula peternakan menjadi hatchery udang di Minnesota, hingga fasilitas inovatif ShrimpVet milik Loc Tran di Vietnam. Sebuah penutup hari pertama yang penuh inspirasi. 

***

Dinamika industri udang global tidak lepas dari peran para pemimpin perempuan. ©Global Shrimp Forum

Dinamika industri udang global tidak lepas dari peran para pemimpin perempuan. ©Global Shrimp Forum

Hari Kedua

Hari kedua Global Shrimp Forum berlangsung “sangat cepat” dengan padatnya sesi dan peserta yang datang. Sepuluh sesi digelar dalam sehari, membahas berbagai topik: mulai dari data ekspor-impor terbaru, solusi inovatif untuk hasil samping budidaya udang, analisis pasar di Asia dan Amerika Latin, hingga pertemuan khusus untuk mengapresiasi peran pemimpin perempuan di industri ini.

Peran nyata perempuan

Hari kedua dimulai dengan sarapan bersama khusus delegasi perempuan sekaligus menjadi ajang menjalin koneksi dan mengapresiasi peran mereka di industri. Dalam sesi Women Who Lead, Amy Novogratz mengingatkan, “Kita tidak hanya ingin perempuan punya kursi di suatu forum, tapi juga ikut merancang forumnya itu sendiri bersama para laki-laki.”

Mendalami data ekspor-impor

Sesi Export and Import Statistics kembali menjadi salah satu yang paling menarik perhatian. Willem van der Pijl, Managing Director GSF berhasil mengolah serangkaian data perdagangan udang global dan mengemasnya menjadi sangat informatif untuk disampaikan. Informasi ini menjadi sangat relevan di tengah dinamika isu tarif, regulasi, hingga perubahan selera konsumen yang dinamis.

Willem van der Pijl menyampaikan hasil analisa ekspor-impor udang di pasa global. ©Global Shrimp Forum

Willem van der Pijl menyampaikan hasil analisa ekspor-impor udang di pasa global. ©Global Shrimp Forum

Dari sisi ekspor, Pawan Kumar menyampaikan kabar positif terkait negosiasi regulasi antibiotik antara Uni Eropa dan India. Sandro Coglitore menyoroti posisi Ekuador yang cukup menguntungkan terkait tarif AS. Sementara Aris Utama membahas dampak serius dari penarikan udang Indonesia oleh FDA akibat isu “radioaktif”, sebuah pengingat penting tentang besarnya risiko reputasi yang dihadapi industri.

Dari sisi impor, Henry DelaLlana dari Chicken of the Sea menekankan masih banyaknya ketidakpastian terkait tarif. “Saat ini banyak hal yang kita tidak tahu daripada yang kita tahu,” ujarnya. Kavan Li menambahkan bahwa 70% konsumsi udang di Tiongkok kini dipenuhi oleh produksi domestik, sehingga ketergantungan pada impor di beberapa segmen pasar semakin berkurang.

Shrimp x Tech x Innovation

Masa depan industri udang semakin jelas terlihat dalam rangkaian Shrimp x Tech x Innovation. Melanie Siggs membuka diskusi dengan mengatakan, “Sampah bagi seseorang bisa jadi emas bagi orang lain,” menegaskan potensi besar dari hasil samping budidaya udang.

Sementara, Alison Hutchins (ASC) menekankan pentingnya inklusivitas dalam transformasi digital dan menekankan agar setiap orang benar-benar terlibat dan tidak ada yang tertinggal.

Potensi dan isu regional

Sesi mendalam berbasis regional juga menarik perhatian. Antara lain tantangan penyakit di Vietnam, kesenjangan teknologi di Meksiko, hingga pasar Brasil yang masih terfragmentasi. Sementara sesi khusus Tiongkok menyoroti peluang baru di pasar dalam negeri, sektor foodservice, dan produk olahan bernilai tambah — semua menunjukkan prospek jangka panjang yang cerah bagi konsumsi udang.

Pakan yang berkelanjutan

Dalam topik yang beragam pada hari kedua, isu keberlanjutan menjadi benang merahnya. Saat makan siang, peserta juga menyimak studi kasus proyek perbaikan perikanan (Fishery Improvement Projects/FIPs) dan kampanye penggunaan bahan baku dari laut secara bertanggung jawab. 

Pada sore hari, Charles Hart, Adolfo Fontes, dan David Nickell bersama-sama menekankan perlunya diversifikasi bahan baku untuk mengurangi ketergantungan pada tiga bahan utama pakan, yang mencapai 80%.

Peluang India di pasar Tiongkok

Dalam sesi tertutup, forum membahas posisi unik India terhadap Tiongkok. Sebagai pemasok utama produk olahan udang, India memiliki keunggulan di segmen yang masih berkembang di Tiongkok. Dengan permintaan domestik yang cepat berubah, terutama untuk produk praktis dan siap saji, peluang pertumbuhan pasar Tiongkok sangat terbuka lebar. 

Selain itu, upaya India dalam meningkatkan kualitas produk untuk pasar Eropa yang ketat, juga bisa menjadi modal berharga dalam memasuki pasar Tiongkok yang semakin ketat. Singkatnya, kombinasi skala, keahlian, dan kemampuan beradaptasi menjadikan India pemain kunci di salah satu pasar seafood paling dinamis ini.

Penutup: Jaga bumi bersama

Hari kedua ditutup dengan acara khusus ASC yang mengenalkan standar baru untuk budidaya udang — sebuah langkah untuk meningkatkan konsistensi sekaligus mempercepat kemajuan budidaya berkelanjutan. Sebelumnya, CEO ASC Chris Ninnes mengingatkan alasan penting di balik upaya tersebut dengan sebuah pesan yang menyentuh: “Kita tidak mewarisi bumi dari orang tua kita; kita meminjamnya dari anak-anak kita.”

 

Hari Ketiga

Inovasi jadi panggung utama

Tema besar di hari penutupan adalah inovasi. Dalam Finance & Investment Summit, para eksekutif dari berbagai level rantai pasok udang membahas strategi menghadapi gejolak pasar. Rabobank, Nutreco, SyAqua, INVE Aquaculture, hingga Mitsui & Co. memaparkan pendekatan baru yang mereka gunakan untuk merespons tantangan industri.

Sesi Shrimp x Tech x Innovation melanjutkan topik hari sebelumnya, namum lebih fokus pada indoor farming dan optimasi tambak. Matt Craze menggambarkan bagaimana budidaya ikan di dalam ruangan semakin diminati investor, terutama pada salmon. Meski menghadapi tekanan biaya energi dan kendala teknis, investasi besar juga mulai mengalir ke budidaya udang berbasis RAS di Tiongkok.

Dua inovator tampil membagikan pengalaman berbeda namun sama menariknya. Eva Keferbock (White Panther) menceritakan konsep produksi udang bebas virus dan bahan kimia, menggunakan air pegunungan Alpen serta energi terbarukan dari pembangkit hidro dan biomassa milik sendiri. Sementara itu, Daniel Russek (Atarraya) memperkenalkan Shrimpbox, teknologi budidaya udang berkelanjutan yang ia sebut sebagai jawaban atas tantangan protein masa depan.

Setelah itu, sesi berlanjut dengan bahasan optimasi tambak. JALA, Kampi, dan ShrimpL menyoroti peran data digital dalam menarik minat investor. “Minat berinvestasi besar, tapi data yang bisa memberi keyakinan investor masih kurang,” jelas Ciaron McKinley, CEO ShrimpL.

Isu kesejahteraan hewan dan antibiotik

Di Responsible Sourcing Summit, fokus beralih ke isu kesejahteraan hewan serta penggunaan antibiotik. Perubahan besar tengah terjadi: sejak 2021 Inggris mengakui krustasea sebagai makhluk hidup yang mampu merasakan sakit, tren yang kini menyebar ke berbagai negara.

Tantangan muncul karena perbedaan kondisi budidaya membuat standar sulit diseragamkan. Riset terbaru menyoroti electrical stunning (penghentian kesadaran dengan listrik) sebagai opsi menjanjikan, meski efektivitasnya meningkat bila digabungkan dengan metode es slurry. Namun, siapa yang akan menanggung biaya inovasi ini masih jadi pertanyaan.

Perhatian kemudian bergeser pada isu resistensi antibiotik (AMR) yang menurut WHO menyebabkan sekitar dua juta kematian tiap tahun. Konsumen di Kanada, misalnya, semakin mencari produk bebas antibiotik, menciptakan peluang pasar baru. Para pakar menekankan pentingnya biosekuriti, sementara tiga perusahaan mempresentasikan alternatif: Salem Microbes dengan fag, Dalan dengan vaksin, dan TipTopp Aquaculture dengan probiotik. Kesimpulan yang mengemuka jelas: pencegahan jauh lebih penting daripada pengobatan.

Forum iklim: Panduan karbon hingga akses pembiayaann

Climate Summit yang kembali digelar tahun ini menghadirkan panduan karbon terbaru dari Anton Immink dan Roxanne Nanninga—sebuah panduan praktis yang bisa diunduh gratis di situs GSF. Panduan ini bertujuan membantu bisnis memahami emisi sekaligus mengambil langkah nyata menuju operasional ramah iklim.

Dr. Laurence Massaut memaparkan riset soal emisi biogenik di tingkat tambak yang menghasilkan temuan awal mengejutkan. Sementara Dr. Darian McBain membedah masalah pembiayaan iklim, menekankan pentingnya transparansi data, sertifikasi, dan traceability. Sayangnya, justru petambak kecil—yang paling membutuhkan modal—masih menghadapi hambatan terbesar untuk mengakses instrumen keuangan hijau.

Panel diskusi menutup sesi ini dengan menegaskan bahwa data adalah kunci dalam setiap keputusan dan investasi. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan perasaan. Data dibutuhkan untuk memastikan arah yang tepat,” ujar Joseph Keating dari Co-Op.

Perspektif yang lebih segar

Pleno penutup menghadirkan dua panel utama. Pertama, mengenai prospek pasar, yang banyak menyinggung tarif baru Amerika Serikat. Meski menimbulkan beban biaya, para panelis menilai dampaknya akan tersebar di seluruh rantai pasok sehingga tekanan pada eksportir bisa berkurang. Indonesia diperkirakan akan semakin mendorong diversifikasi pasar ke Eropa, sementara Ekuador disebut tak terlalu terguncang karena ekspor udangnya sudah berkembang pesat bahkan sebelum tarif diberlakukan.

Panel kedua membahas arah pertumbuhan industri. Yamini Potluri (Growel Group) menekankan keseimbangan antara kesejahteraan petambak, adopsi teknologi, dan keberlanjutan. Robins McIntosh (CP Group) menambahkan pentingnya pertumbuhan horizontal—menambah siklus produksi per tahun—daripada sekadar mengejar intensifikasi. “Profit stabil lebih berharga daripada hasil panen tinggi yang tidak konsisten,” tegasnya.

Sebagai penutup manis, forum menghadirkan Sepp van Dijk alias The Twisted Chef, kreator kuliner yang viral di Instagram dengan ratusan ribu pengikut. Energi muda dan kreativitasnya menghadirkan sudut pandang segar tentang bagaimana udang bisa lebih dekat dengan generasi baru konsumen.

Global Shrimp Forum 2025 pun berakhir dengan optimisme: inovasi, keberlanjutan, dan kolaborasi akan terus menjadi pilar utama perjalanan industri udang dunia ke depan.

***

Editor: Asep Bulkini

Foto-foto: ©Global Shrimp Forum