Bagi petambak udang, bakteri jenis Vibrio adalah momok yang siap menjungkirbalikkan potensi untung jadi buntung kapan saja. Bakteri oportunistik ini adalah biang dari beberapa penyakit mematikan seperti White Feces Disease (WFD) dan Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND). Penyakit “kronis” yang bisa menyebabkan kematian massal udang hingga 100% dalam keadaan paling fatal.

Vibrio sp. adalah bakteri gram negatif yang terdiri dari beragam jenis, diantaranya V. harveyi, V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. anguillarum, V. vulnificus, dan V. splendidus. Tiap jenis Vibrio memiliki dampak dan tingkat patogenitas berbeda terhadap udang. V. parahaemolyticus misalnya, adalah spesies yang sering dikaitkan dengan penyakit AHPND. 

Sayangnya, bakteri Vibrio cenderung mustahil dihilangkan seluruhnya dalam praktik budidaya udang. Tetapi, dampaknya bisa diminimalisir dengan pengendalian Vibrio yang tepat, yang tentu saja wajib dilakukan oleh setiap petambak. Pernyataan ini diucapkan oleh Wayan Agus Edhy dalam acara webinar Obrolan Pintar Terkini (Opini) DMI bertema “Tantangan Budidaya di Era Gempuran Penyakit Udang” yang dihelat Delos Aqua belum lama ini. 

“Vibrio ini yang harus kita kendalikan dengan membatasi nutrisinya, karena Vibrio itu tidak bisa kita nol-kan. (Vibrio) selalu ada, karena nutrisinya ada. Tiap hari kita berikan nutrisi berupa sisa pakan udang,” jelas Wayan. 

Baca juga: Webinar Delos: Manajemen plankton, kunci udang bebas penyakit

Oleh karena itu, kelimpahan Vibrio dalam tambak harus terus ditekan agar tetap ada dalam batas yang aman, yang bisa diketahui melalui perhitungan Total Vibrio Count (TBV/total bakteri Vibrio). TBV adalah parameter yang menunjukkan kuantitas bakteri Vibrio dalam satuan Colony Forming Unit (CFU)/ml.

Beberapa sumber menyatakan bahwa batas aman TBV dalam tambak adalah 10ˆ4 CFU/ml atau sekitar 10 persen dari total jumlah populasi bakteri atau Total Bacterial Count (TBC). Namun, Wayan sendiri lebih menganjurkan untuk menjaga nilai TBV di bawah 5 persen nilai TBC.

Webinar Opini DMI Delos

Wayan Agus Edhy saat presenteasi di webinar Opini DMI. Dok.: Channel Youtube Delos

Komunikasi antar-bakteri

Jika TBV sudah ditekan di bawah angka tersebut, apakah bakteri Vibrio jadi tidak berbahaya? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan konsep quorum sensing pada bakteri.

Quorum sensing adalah mekanisme komunikasi antarsel bakteri melalui pelepasan dan penangkapan sinyal berupa zat kimia tertentu. Jika zat kimia tersebut mencapai konsentrasi tertentu, bakteri dapat mengekspresikan gen tertentu secara komunal. 

Singkatnya, suatu populasi bakteri perlu berkomunikasi dan “sepakat” terlebih dahulu untuk melakukan tindakan. Kesepakatan ini dipengaruhi oleh akumulasi zat kimia sinyal tersebut dalam ekosistem. Semakin banyak bakteri dalam suatu ekosistem, semakin mudah bakteri tersebut untuk memunculkan sifatnya secara masif.

Mekanisme inilah yang mengatur tingkat patogenisitas Vibrio. Kandungan Vibrio yang terjaga di bawah batas aman relatif tidak berbahaya karena tidak mencapai kuota populasi untuk menyepakati tindakan infeksi pada udang. 

Sebagai bakteri gram negatif, bakteri Vibrio menyekresikan zat kimia bernama N-acylhomoserine lactones (AHLs) yang berfungsi sebagai sinyal interseluler, baik untuk satu spesies ataupun spesies bakteri berbeda.

Baca juga: Bagaimana tepung spirulina dapat meningkatkan performa udang vaname

Probiotik, penghalang sinyal antar-Vibrio

Penggunaan bakteri probiotik sudah menjadi solusi umum bagi para petambak untuk mencegah serangan Vibrio. Probiotik ini menghambat patogenisitas Vibrio melalui sekresi enzim inhibitor proses quorum sensing

Wayan turut menjelaskan mekanisme kerja probiotik anti-quorum sensing (AQS) tersebut. Ia menuturkan bahwa bakteri probiotik AQS dapat memutus rantai quorum sensing dengan mengeluarkan enzim N-acylhomoserine lactonase yang dapat mendegradasi AHLs. Dengan berkurangnya akumulasi AHLs dalam tambak, maka Vibrio tak dapat mencapai kuorum untuk mengekspresikan gen infeksi.

“Inilah kenapa kita harus meningkatkan TBC (Total Bacterial Count) karena bakteri heterotrof ini bisa menghasilkan enzim N-acylhomoserine lactonase. Enzim ini yang bisa menghidrolisis senyawa quorum sensing menjadi N-acyl-L-homoserine. Kalau sudah begitu, bakteri Vibrio tidak bisa berkomunikasi lagi antarselnya,” ujar Wayan.

Berjalannya proses perombakan zat AHLs tersebut ditandai dengan munculnya busa putih atau biosurfaktan pada permukaan air tambak. Biosurfaktan adalah residu yang dihasilkan oleh bakteri ketika menjalankan aktivitas biogeokimia dalam air termasuk menghambat perkembangan Vibrio.

Cara menumbuhkan probiotik

Dalam budidaya udang vaname, ada beberapa jenis mikroba probiotik yang sering dipakai, antara lain:

  • Bakteri penghambat pertumbuhan patogen seperti Bacillus subtilis dan Bacillus lichenformis
  • Bakteri untuk menjaga kualitas air seperti Nitrosomonas sp., Nitrobacter sp., Aerobacter sp., dan Pseudomonas sp..
  • Bakteri untuk mendukung daya cerna pakan seperti Bacillus sp., Lactobacillus casei, dan Saccharomyces cerevisiae.

Dalam paparannya, Wayan menganjurkan untuk menggunakan jenis bakteri lebih dari satu jenis atau multistrain. Dewasa ini, berbagai produk probiotik komersil juga telah menyediakan bakteri multistrain. Hal ini berguna untuk menekan ruang hidup bakteri Vibrio di air maupun dalam pencernaan udang. 

Selama masa pembesaran, kandungan bakteri dalam tambak harus tetap stabil. Wayan turut menyebutkan bahwa kadar TBC harus tetap berada di konsentrasi 10ˆ6  CFU/ml. Angka tersebut dapat diperoleh dengan memastikan perbandingan C/N dalam tambak terjaga pada rasio 12:1, yang dapat dilakukan melalui penambahan sumber karbon sebanyak 3-5 persen dari total pakan per hari. 

Sumber karbon juga bisa didapatkan dengan penambahan pupuk fermentasi. Pupuk fermentasi tersebut kemudian diaplikasikan dengan dosis 25-50 liter per hektar, yang diberikan setiap pagi. Menurut Wayan, pupuk fermentasi tersebut berguna untuk memberikan asupan CO2 dan HCO3 di dalam tambak.