Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah meningkatkan program produksi pakan ikan mandiri untuk mendukung perkembangan budidaya perikanan yang lebih efisien. Secara spesifik, produksi pakan mandiri ini akan difokuskan pada penggunaan bahan baku lokal dan manajemen porduksi yang sesuai dengan standar dan bersertifikat.

“Pakan ikan sebagai salah satu komponen terpenting dalam kegiatan usaha budidaya ikan, dalam rangka mendukung pencapaian target produksi perikanan budidaya. Pasalnya pakan ikan menjadi faktor dominan keberhasilan perikanan budidaya. Sementara biaya pakan ikan dalam kegiatan budidaya adalah 60%-70%,” ungkap Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, dalam Siaran Pers KKP (24/10).

Dirjen Tebe menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia, melalui KKP, memiliki dua strategi dalam pengembangan produksi pakan ikan. Strategi jangka menengah (2021-2024) berfokus pada penggunaan bahan baku lokal dan manajemen pakan yang efisien. Sedangkan strategi jangka panjang (2025-2045) berfokus pada penggunaan bahan baku lokal berbasis nabati, yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi yang spesifik untuk setiap komoditas. Tujuan jangka panjang hingga 2045 adalah menghasilkan pakan ikan nabati yang ramah lingkungan. Pemerintah juga telah menetapkan target produksi perikanan budidaya nasional pada 2024 sebesar 22,65 juta ton. Sekitar 45,56% di antaranya akan berasal dari produksi ikan dan udang yang memerlukan sekitar 13,37 juta ton pakan. 

Selain itu, Tebe mengatakan bahwa pihaknya telah mengatur peredaran pakan, melalui kewajiban kepada para produsen agar setiap pakan yang dijual memiliki sertifikat dan terdaftar di KKP. Sertifikat ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.  

Baca juga: Tepung maggot untuk pakan: Potensial namun penuh tantangan

Hingga Oktober 2023, terdapat 1.631 merek pakan yang terdaftar di KKP dengan rincian 605 merek pakan impor dan 1.026 merek pakan ikan hasil produksi pakan mandiri. Dari jumlah tersebut, pakan udang mencakup 33%, sementara pakan ikan mencakup 67%.

Bahan baku berbasis makroalga

Sementara itu, dalam siaran pers yang sama, Guru Besar IPB University, Prof. Dedi Jusadi menyambut baik strategi jangka panjang pengembangan pakan ikan lokal yang berfokus pada penggunaan bahan baku nabati, yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik ikan. Tak hanya bahan baku nabati dari terrestrial, ia juga merekomendasikan bahan baku berbasis perairan, namun dari kelompok makroalga seperti Ulva atau selada laut. Spesies yang tergolong dalam rumput laut hijau (Chlorophyta) tersebut banyak tersebar di perairan Indonesia. 

Parbrik pakan © KKP

Bahan baku alternatif sebaiknya tidak berkompetisi dengan kepentingan manusia, dapat menyerap nutrient, dan dapat diproduksi secara massal. © KKP

“Meningkatnya persaingan bahan baku pakan menuntut kita untuk mengembangkan bahan baku berbasis perairan. Kriteria bahan baku tersebut diantaranya tidak berkompetisi dengan kepentingan manusia, dapat menyerap nutrient, serta dapat diproduksi secara massal,” jelasnya. “Ulva potensial untuk dibudidayakan pada skala komersial di perairan pesisir Indonesia, terutama untuk memanfaatkan tambak-tambak idle, atau terintegrasi sebagai fitoremediator. Pengembangan budidaya Ulva perlu diinisiasi oleh pemerintah bersama-sama perguruan tinggi, lembaga riset, dan stakeholder lainnya.” 

Sementara itu, Andhi Trapsilo dari PT Suri Tani Pemuka juga mendukung program pemerintah untuk mencapai target produksi budidaya ikan dan udang yang optimal. Salah satunya dengan memproduksi pakan yang sesuai dengan standar dan kebutuhan. Menurutnya, produsen pakan yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) siap mendukung pemerintah dalam menjaga keberlanjutan pakan ikan dan udang dalam memenuhi kebutuhan pembudidaya di Indonesia. 

“Salah satu upayanya adalah mengurangi penggunaan fish meal impor, sehingga kita akan memanfaatkan penggunaan bahan baku lokal. Kualitas dan kuantitas bahan baku pakan harus kita jaga, sehingga produk kita terjaga traceability guna memenuhi kebutuhan pasar global,” ungkap Andhi.