Shrimp Club Indonesia (SCI) bekerja sama dengan Farmers Learning Club (FLC) baru-baru ini menggelar FARM 2025: Make Farmers Great Again, sebuah acara besar yang mempertemukan para petambak dan pemangku kepentingan industri udang, di Swissotel PIK, Jakarta (24/9). Acara yang dihadiri oleh lebih dari 300 peserta ini, sebagian besar petambak, diadakan untuk memberikan edukasi berbasis sains secara gratis bagi petambak dalam rangka mendukung kemajuan industri udang tanah air.

Ketua FLC, Gerry Kamahara, dalam sambutannya menyampaikan bahwa industri udang Indonesia sedang dalam keadaan terpuruk akibat berbagai masalah yang dihadapi dalam beberapa bulan terakhir, mulai dari tarif anti-dumping dan resiprokal, temuan antibiotik, hingga yang terbaru temuan cemaran radioaktif Cesium 137 pada udang Indonesia di pasar Amerika Serikat (AS).

Menanggapi masalah-masalah tersebut, Gerry menyoroti pentingnya kesadaran para petambak dan pelaku usaha dalam rantai pasok industri untuk menghindari penggunaan antibiotik. Menurutnya, “Ini penting untuk kita pertimbangkan bersama-sama karena Amerika adalah pasar kita yang paling besar. Dan kalau kita salah dalam berbudidaya dan dalam menggunakan obat-obatan, kemungkinan tahun depan kita tidak bisa tebar lagi.”

Sementara untuk kasus Cesium 137 (Cs-137), ia mengatakan meski kasus ini menghantam salah satu perusahaan eksportir di hilir, tetapi dampaknya langsung terasa ke level petambak. Akibat kasus ini, para petambak udang di Medan dan Aceh alami penurunan harga udang yang sangat drastis hingga separuh dari harga normalnya. 

Menurutnya, dampak seperti ini berpotensi membuat budidaya udang tidak akan menguntungkan lagi. Ia berharap tidak ada pihak yang mengambil kesempatan dalam kasus ini, untuk mendapat keuntungan besar, dengan menekan harga serendah mungkin kepada para petambak.

“Oleh karena itu saya berterima kasih (karena tidak memanfaatkan situasi) kepada teman-teman semua dari level downstream (hilir), dari pihak cold storage, pabrik pakan, dan saprotam. Ini bukan waktu yang tepat untuk kita mengkapitalisasi dan juga mengambil keuntungan sebesar-besarnya di tengah kesempitan kita,” tegas Gerry.

Baca juga:
1. Masihkah udang Indonesia kompetitif di tengah banyak ketidakpastian?
2. Catatan Dr. Hasanuddin Atjo pada Rakernas SCI dan Farm 2025: Semua harus peduli
3. Lantik pengurus baru, Ketum Shrimp Club Indonesia ajak petambak gabung asosiasi

Di tengah penyelesaian kasus Cs-137 yang sedang ditangani oleh pemerintah, Gerry berharap asosiasi petambak dapat dilibatkan dan terus mendapat informasi terbaru. Sehingga para petambak mendapat kejelasan bagaimana industri ini kedepannya dan dapat memutuskan apakah perlu melanjutkan budidaya atau bahkan dalam kasus terburuk menutupnya sama sekali.

“Jadi tolong kami terus diberi update. Jadi ada ketenangan di industri ini, sehingga setelah kami tenang, kami tahu apa yang akan kami putuskan. Minggu depan masih budidaya atau tidak, atau kita tutup saja? Kenapa budidaya kalau tidak pasti jual udangnya,” ujar Gerry.

Kolaborasi industri-akademisi

Rektor IPB University, Prof. Arif Satria, dalam sambutannya menyampaikan bahwa sebagai perguruan tinggi berbasis riset, IPB siap mendukung perkembangan industri tambak udang melalui penelitian yang dapat menjadi solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi sektor ini. Langkah ini sebagai bagian dari kolaborasi industri dan akademisi untuk penguatan hilirisasi hasil riset agar tidak hanya berakhir di publikasi jurnal-jurnal ilmiah saja. 

“IPB sendiri adalah institusi yang memiliki kompetensi dan memiliki riset di bidang udang, dan sudah sangat banyak riset yang kita hasilkan yang siap untuk menjadi R&D bagi petambak-petambak di Indonesia,” ujar Arif.

Beberapa riset dari IPB yang siap diaplikasikan di tambak antara lain: Bioteknologi dan probiotik dengan jenis-jenis bakteri yang bisa membantu menjaga kesehatan udang dan menekan pertumbuhan Vibrio; Shrimp Digital Monitoring yang memungkinkan pemantauan perkembangan udang langsung di dalam tambak dengan menggunakan teknologi AI; Efisiensi pakan melalui penggunaan bahan baku berbasis lokal; Serta teknologi manajemen lingkungan yang dapat meningkatkan pengelolaan hasil samping budidaya secara ramah lingkungan berbasis green aquaculture

FARM 2025 diadakan untuk memberikan edukasi berbasis sains yang gratis bagi para petambak udang di Indonesia. ©FARM2025

FARM 2025 diadakan untuk memberikan edukasi berbasis sains yang gratis bagi para petambak udang di Indonesia. ©FARM2025

 

Langkah pemerintah

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu, turut hadir pada acara FARM 2025. Dalam sambutannya ia menyampaikan bahwa pemerintah menyiapkan dua fokus strategi untuk menjawab dinamika tantangan industri udang, yaitu di hulu dan hilir.

Pada bagian hulu, strategi difokuskan pada tiga hal utama: penyederhanaan dan perbaikan regulasi perizinan, penerapan protokol budi daya yang berkelanjutan, serta dukungan pendanaan bagi pembudidaya. Sementara di hilir, pengembangan diarahkan pada diversifikasi produk bernilai tambah, perluasan pasar ekspor agar tidak hanya bergantung pada Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa, serta penguatan kelembagaan melalui peran asosiasi dan kolaborasi lintas sektor.

Terkait pendanaan, Tebe mendorong para petambak untuk memanfaatkan kebijakan Menteri Keuangan yang telah menyalurkan dana melalui perbankan Himbara. Menurutnya, KKP tengah meminta kepada perbankan tersebut agar bisa memberikan bunga rendah hingga 2% (di bawah BLU KKP sebesar 3%) untuk pemanfaatan di sektor perikanan. “Ini waktunya teman-teman untuk bisa memanfaatkan kebijakan atau skema yang luar biasa ini,” saran Tebe.

Seminar para pakar

FARM 2025 juga menghadirkan seminar dengan berbagai topik seputar industri udang, mulai dari manajemen kesehatan, pakan, pasar, hingga perizinan. Sejumlah pembicara yang hadir antara lain Prof. Andi Tamsil (SCI), Heny Budi Utari (CP Prima), Yuni Pudjiastuti (IPB University), Melony Sellars (Genics), Alfred Herman (BMI), Albert Tacon (STP–Japfa), dan Wei Che Wen (Uni President Vietnam).

***
Foto-foto: ©FARM2025