Ketua Umum Shrimp Club Indonesia (SCI), Prof. Andi Tamsil, baru saja melantik pengurus baru SCI periode 2025-2030. Pelantikan ini dilaksanakan berbarengan dengan rapat kerja nasional (Rakernas) SCI di Swissotel PIK Jakarta, Rabu (24/9).
Dalam sambutannya, Andi menyampaikan momentum peresmian kepengurusan baru ini berbarengan dengan isu-isu berat yang muncul bertubi-tubi di industri udang, seperti tarif resiprokal dan anti-dumping, temuan antibiotik beberapa waktu lalu, hingga terbaru Cesium 137 (Cs-137). Karenanya, ia berharap pengurus baru ini dapat bekerja sama secara solid untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
“Kita berharap pengurus kali ini menjadi pengurus yang super team. Jadi kita semua sama kedudukannya, kita hanya mendapatkan peran yang berbeda. Saya juga berharap kita menjadi sebuah tim yang kuat dengan kapasitas dan kemampuan kita masing-masing,” kata Andi.
Shrimp Club Indonesia (SCI) didirikan pada 11 Mei 2005 dengan nama awal Perhimpunan Petambak Udang Indonesia (PPUI). Hingga kini, SCI telah memiliki 22 kepengurusan daerah yang terkoordinasi dengan SCI Pusat.
Organisasi ini memegang mandat penting dalam mendorong perkembangan produksi udang di Indonesia, mulai dari pendampingan praktik budidaya berkelanjutan, advokasi penyederhanaan perizinan, hingga memperjuangkan kepentingan petambak dalam menghadapi berbagai isu, termasuk yang tengah mengemuka saat ini. Karena itu, Andi mengajak seluruh petambak udang di Indonesia untuk bergabung bersama SCI agar koordinasi dalam pengembangan industri ini bisa semakin kuat.
Baca juga:
1. Panduan baru kurangi jejak karbon di industri udang
2. Biosekuriti, solusi tepat mencegah penyakit masuk tambak
3. Masihkah udang Indonesia kompetitif di tengah banyak ketidakpastian?
Gerak cepat bersama
Sebelum resmi dilantik, Andi bersama tim telah bergerak cepat dengan menjalin koordinasi bersama berbagai pemangku kepentingan untuk mencari solusi atas berbagai isu yang berkembang pesat. Terbaru, SCI mendorong dan menawarkan bantuan kepada pemerintah agar dapat segera menyelesaikan kasus Cs-137. Sebab langkah penyelesaian ini sangat dinantikan oleh semua petambak di Indonesia.
Iwan Sutanto, Dewan Pengawas SCI, dalam sambutannya mengapresiasi kerja cepat pengurus baru dalam merespon beragam masalah yang ada. Ia berpesan kepada pengurus SCI yang baru untuk memetakan masalah-masalah yang dihadapi dan menyusun strategi penyelesaiannya berdasarkan data yang valid dan akurat.
Dalam kasus Cs-137, ia mengatakan bahwa hal itu merupakan persoalan serius yang harus segera ditangani karena berpengaruh besar terhadap keberlanjutan budidaya udang Indonesia. Ia menilai, dampak penutupan pabrik pengolahan berskala besar seperti BMS—yang menjadi salah satu penyerap utama udang dari petambak—jauh lebih berat dibanding sekadar masalah penurunan harga seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Kekhawatiran utama petambak, kata Iwan, bukan lagi soal harga murah, melainkan kepastian bahwa udang mereka bisa terserap pasar.
Hardi Pitoyo, Dewan Pakar SCI, juga mendorong pengurus baru untuk mengambil inisiatif dalam membantu penyelesain masalah Cs-137. Salah satunya dengan mengundang para pemangku kepentingan, terutama lembaga atau satuan kerja yang berfokus pada isu tersebut, untuk duduk bersama merumuskan solusi. Ia mengingatkan, SCI pernah berhasil mematahkan tuduhan kasus antibiotik dari Uni Eropa berkat komunikasi dan kerja sama yang erat dengan Direktorat Kesehatan dan Lingkungan KKP pada waktu itu.
“Jadi ada salah satu atau dua orang dari KKP yang fokus mengurus ini. Kita punya partner di situ yang dedikasinya kuat sehingga itu (tuduhan antibiotik) bisa dipatahkan,” ujar Pitoyo.
Sementara itu, Hasanuddin Atjo, Dewan Pakar SCI, juga menekankan pentingnya posisi SCI dalam kasus ini. Menurutnya, SCI harus terus berdialog dengan stakeholders dan bersuara melalui media massa sampai persoalan ini direspon dengan baik.
Selain isu Cs-137, Atjo juga berpesan kepada pengurus baru untuk membangun komunikasi intensif dengan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan di area-area produksi udang. Tujuannya, agar pemerintah daerah dapat memberikan perhatian khusus pada perkembangan industri udang. Ia mencontohkan langkah Pemprov Sulawesi Tengah yang telah menerbitkan SK Gubernur untuk membentuk satgas khusus dalam menangani industri udang di wilayahnya.
“Mungkin itu bisa jadi referensi untuk mendorong yang lain, sehingga menjadi perhatian pemerintah di daerah, karena yang punya wilayah adalah pemerintah daerah,” ujar Atjo.
***
Daftar Pengurus Pusat SCI 2025-2030 dapat diunduh pada link berikut: Pengurus SCI Pusat 2025-2030
Editor: Asep Bulkini