Pascapandemi Covid-19 sejatinya akan meninggalkan pola hidup baru di kalangan masyarakat untuk disiplin menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dalam kehidupan sehari-hari. Seperti rajin mencuci tangan, membatasi kerumunan, termasuk menerapkan pola makan yang baik untuk meningkatkan imunitas. Berbagai suplemen, herbal, dan vitamin, pada gilirannya sontak diminati masyarakat demi meningkatkan imunitas dan terhindar dari tertularnya virus mematikan ini. 

Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya bahan kimia dalam obat-obatan, pula menjadi faktor yang membuat penggunaan bahan alami menjadi lebih dipilih oleh masyarakat. Hal ini didasarkan karena kepercayaan masyarakat bahwa obat berbasis bahan alami memiliki keunggulan dibandingkan dengan obat sintetik. Antara lain karena obat herbal dan sumber hayati alami lain tidak mengandung efek samping, harganya relatif murah dan tersedia secara lokal (Builders, 2020; Yang, 2021)

Ikan gabus sumber alam potensial

Salah satu bahan alami yang dapat digunakan untuk menjaga imunitas tubuh adalah dengan mengonsumsi ikan, salah satunya ikan gabus. Ikan gabus adalah sejenis ikan karnivora yang hidup di air tawar. Ikan ini dikenal dengan banyak nama di pelbagai daerah: aruan, haruan (Mly.,Bjn), kocolan (Btw.), bogo, deleg (Sd.), bayong, bogo, licingan (Bms.), kutuk (Jw.), dan lain-lain.  Dalam bahasa Inggris juga disebut dengan berbagai nama seperti common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead, striped snakehead dan juga aruan. 

Berdasarkan taksonominya, ikan gabus berasal dari family Channidae dan memiliki nama ilmiah Channa striata (Bloch, 1793). Habitat ikan gabus menyebar luas mulai dari Pakistan di barat, Nepal bagian selatan, sebagian besar wilayah di India, Bangladesh, Sri Lanka, Tiongkok bagian selatan, dan sebagian besar wilayah di Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia terdapat beberapa spesies Channa; salah satu kerabat dekat gabus adalah ikan toman (Channa micropeltes). 

Baca juga: Manfaat super mengonsumsi ikan

Ketersediaan ikan gabus biasanya didapatkan dari hasil tangkapan di alam, dan belum banyak dibudidayakan. Di alam, ikan ini hidup di di danau, rawa, sungai, dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Ikan ini memangsa aneka ikan kecil-kecil, serangga, dan berbagai hewan air lain termasuk berudu dan kodok. Sehingga gabus dikategorikan sebagai ikan karnivora. 

Ikan gabus disebut juga walking fish, karena kemampuannya seperti berjalan berpindah tempat pada saat tempat hidupnya kering. Kemampuan ikan gabus keluar dari air dalam waktu yang lebih lama disebabkan tersedianya alat pernafasan tambahan berupa labirin, yang membuat gabus dapat mengambil oksigen langsung dari udara. 

Berkaitan dengan sifatnya sebagai ikan predator sejati, keberadaan ikan gabus seringkali dominan dalam ekosistem perairan. Sifat predator membuatnya menjadi ikan yang rakus memakan ikan-ikan kecil dalam lingkungan air, sehingga mengancam kelestarian biota perairan. Sifat semacam ini lazim dimiliki oleh ikan-ikan predator sejati, seperti ikan bawal air tawar dan piranha. Karena kemampuannya mendominasi lingkungannya, jenis-jenis ikan ini dikategorikan sebagai invasif, yang artinya organisme yang masuk/dimasukkan ke ekosistem baru, lalu menguasai ekosistem itu (KKP 2019).

Ikan gabus sumber albumin

Pemanfaatan ikan gabus liar hasil penangkapan dari sungai, danau dan rawa-rawa umumnya dikonsumsi secara segar atau diasinkan. Namun kemudian pemanfaatan ikan gabus berkembang salah satunya sebagai bahan campuran makanan pempek (Sugito dan Ari Hayati, 2006). Seperti ikan pada umumnya, gabus memiliki nilai gizi yang baik. 

Selain memiliki kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah, ikan ini sangat kaya akan albumin (Astuti, 2008).  Albumin adalah protein sederhana yang larut dalam air dan dapat berkoagulasi dengan bantuan panas. 

Ikan gabus diketahui memiliki kandungan albumin yang cukup tinggi, yaitu mencapai 6,2%. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa albumin dari ikan gabus memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pangan lain seperti putih telur, susu dan daging (Suprayitno, 2008). Ditinjau dari aspek kesehatan, albumin memiliki sejumlah fungsi dalam proses fisiologis manusia, yaitu:

  1.  Mengatur tekanan osmotik di dalam darah. Albumin menjaga keberadaan air dalam plasma darah sehingga bisa mempertahanan volume darah. Bila jumlah albumin turun maka akan terjadi penimbunan cairan dalam jaringan (edema) misalnya bengkak. Atau bisa terjadi penimbunan cairan dalam rongga tubuh misalnya di perut yang disebut ascites.
  2. Sebagai sarana pengangkut/transportasi. Albumin akan membawa bahan–bahan yang yang kurang larut dalam air melewati plasma darah dan cairan sel. Bahan-bahan itu seperti asam lemak bebas, kalsium, zat besi dan beberapa jenis obat. Bila kadarnya rendah, protein yang masuk tubuh akan pecah, dan tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan, penyerapan obat-obatan yang seharusnya berfungsi menyembuhkan, tak akan maksimal. 
  3. Bermanfaat juga dalam pembentukan jaringan tubuh yang baru. Pembentukan jaringan tubuh yang baru dibutuhkan pada saat pertumbuhan (bayi, kanak-kanak, remaja dan ibu hamil) dan mempercepat penyembuhan jaringan tubuh misalnya sesudah operasi, luka bakar dan saat sakit . 

Baca juga: Mengatasi bau tanah pada ikan akibat Geosmin

Kandungan albumin pada orang dewasa yang normal adalah 3,5-5 g/dL, sedangkan pada anak-anak 2,5-5,5. g/dL.  Bila kandungannya di bawah normal (1,8-2,2) maka diperlukan penambahan albumin ke dalam tubuh.  Bila diinfus, harganya masih mahal, sehingga penggunaan ikan gabus ini merupakan cara pengobatan yang lebih efisien untuk masyarakat. 

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian daging ikan gabus atau ekstrak proteinnya telah diuji untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah dan dapat mempercepat penyembuhan luka hingga 30 % (dari rerata 10 hari menjadi 7 hari). Penyakit-penyakit seperti luka, patah tulang, stroke, gula, tuberkolusis, gizi buruk, dengan  pemberian suplemen ikan gabus membuat pasien sembuh lebih cepat, dan kondisinya menjadi lebih baik.

Melihat potensi dan peluang yang sangat besar, tampaknya pengembangan ikan gabus harus mulai didukung sektor budidaya yang lebih baik, sehingga mampu menyokong kebutuhan harus mulai beranjak pada budidaya ikan gabus sebagai bahan suplemen alami yang aman bagi manusia.
***

Foto utama: Canva